Beragam Alasan Mendorong Berlakunya RUU Masyarakat Hukum Adat
Berita

Beragam Alasan Mendorong Berlakunya RUU Masyarakat Hukum Adat

Agar ada pengakuan dan perlindungan penuh bagi hak-hak masyarakat hukum adat di masing-masing wilayah yang tersebar di Indonesia.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Dorongan agar DPR dan pemerintah segera membahas draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat kembali bergulir. Meskipun konstitusi dan sejumlah UU telah menjamin hak masyarakat hukum adat, tapi praktik belum terpenuhi.

 

“Selama ini peraturan perundang-undangan mengenai masyarakat adat cenderung menitikberatkan pada sisi subyek masyarakat adat yaitu pengaturannya,” ujar Ketua Komite I Teras Nerang di Komplek Gedung Dewan Perwakilan Daerah, Rabu (29/1/2020).  

 

Sedangkan usulan DPD, lebih menitikberatkan pada objek masyarakat adat yakni hak-hak yang melekat pada masyarakat hukum adat. Dia bilang banyaknya masyarakat hukum adat yang kehilangan teritorial akibat masuknya wilayah konsesi di dalam daerah masyarakat hukum adat, seperti wilayah konsesi untuk perkebunan dan pertambangan. Akibatnya, hak-hak masyarakat hukum adat belum mendapat perlindungan yang memadai.

 

Seperti diketahui, status RUU Masyarakat Hukum Adat masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 nomor urut 32. Pada Prolegnas Prioritas 2019 lalu, RUU Masyarakat Hukum Adat sempat mulai dibahas di Badan Legislasi (Baleg). Namun, masih menyerap masukan dan aspirasi berbagai pemangku kepentingan. Sementara, DPD punya usulan yang sama terkait masyarakat adat yakni RUU tentang Perlindungan Hak Masyarakat Adat. Lantaran usulan DPD tak jauh berbeda, maka yang disetujui masuk Prolegnas adalah RUU Masyarakat Hukum Adat.

 

Teras melanjutkan dari aspek substansi, RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat yang notabene usul inisiatif DPD memiliki empat arah utama. Pertama, berpedoman pada UUD 1945. Kedua, memfokuskan pada objeknya yakni keberagaman hak-hak masyarakat adat. Ketiga, memperhatikan mekanisme perlindungan utamanya hak masyarakat adat yang bersifat publik dan privat. Keempat, mengoptimalkan kelembagaan yang ada tanpa membentuk lembaga baru melalui Menteri Koordinator.

 

“Agar efektif dalam RUU itu perlu mengoptimalkan peran Kementerian Koordinator yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perlindungan hak masyarakat adat dengan mengkoordinir seluruh kementerian yang menyelenggarakan urusan tersebut,” lanjutnya.

 

Anggota Komite I DPD Maria Goretti menambahkan RUU Masyarakat Hukum Adat harus segera disahkan sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada masyarakat adat. Sebab, masyarakat hukum adat perlu mendapat pengakuan penuh dan perlindungan hak-haknya di masing-masing wilayah yang tersebar di Indonesia. Nasib RUU Masyarakat Hukum Adat berada di tangan pemerintah. Tapi, pemerintah hingga kini belum mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) sebagai tanda bakal dimulainya pembahasan

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait