Mengenal Strategi Penyelesaian Sengketa Kepabeanan dan Cukai
Berita

Mengenal Strategi Penyelesaian Sengketa Kepabeanan dan Cukai

Berbagai perkara paling sering dipermasalahkan sehubungan jenis atau klasifikasi barang, perbedaan laporan hasil pemeriksaan, penghitungan nilai atau tarif, serta pengenaan sanksi denda terhadap pelaku usaha.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Pelatihan Hukumonline dengan tema Strategi Penyelesaian Sengketa Hukum Kepabeanan & Cukai, Kamis (30/1). Foto: RES
Pelatihan Hukumonline dengan tema Strategi Penyelesaian Sengketa Hukum Kepabeanan & Cukai, Kamis (30/1). Foto: RES

Perdagangan internasional terus meningkat transaksinya dalam neraca perdagangan Indonesia. Pelaku usaha harus memperhatikan berbagai regulasi agar bahan baku impor dan hasil produksi untuk ekspor tidak terhambat di gerbang perbatasan dan bisnis berjalan lancar. Kondisi ini tentunya juga meningkatkan risiko sengketa dalam kepabeanan dan cukai. Pelaku usaha juga harus mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memahami aturan main dalam kepabeanan dan cukai.

 

Sengketa kepabeanan dan cukai di pengadilan pajak jumlahnya terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Berbagai perkara paling sering dipermasalahkan sehubungan jenis atau klasifikasi barang, perbedaan laporan hasil pemeriksaan, penghitungan nilai pabean, serta pengenaan sanksi denda terhadap pelaku usaha.

 

Partner Trade & Customs di HHP Law Firm, firma anggota Baker & McKenzie International, Riza Buditomo, mengatakan penting bagi pelaku usaha terlebih dahulu mengantisipasi risiko sengketa tersebut. Menurutnya, pelaku usaha harus mengetahui jenis barang ketika impor. Sebab, terdapat uraian barang atau harmonized systems codes (HS Code) untuk mengklasifikasikan jenis-jenis barang tersebut. Setiap jenis barang tersebut juga memiliki persyaratan dokumen berbeda-beda yang harus dipenuhi agar lolos kawasan kepabeanan serta dapat dikenai tarif bea masuk yang berbeda sesuai klasifikasinya.

 

“Yang penting pelaku usaha harus tahu lapangan bisnisnya seperti apa, jenis barang yang diimpor dan supply chain seperti apa. Itu (pemeriksaan) harus dilakukan secara reguler, internal checking itu penting untuk persiapan pemeriksaan audit, lalu juga harus mengetahui regulasi baru,” jelas Riza dalam acara pelatihan Hukumonline 2020 dengan tema “Strategi Penyelesaian Sengketa Hukum Kepabeanan dan Cukai” di Jakarta, Kamis (30/1).

 

(Baca: Efek Kenaikan Cukai, Pabrik-pabrik Rokok Ilegal Dikhawatirkan Bermunculan)

 

Lebih lanjut, Riza juga menjelaskan terdapat pemeriksaan atau audit dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kepada setiap pelaku usaha untuk memastikan kepatuhan tersebut. Audit tersebut paling cepat 2 tahun setelah importasi dilakukan. Menurutnya, pelaku usaha tidak perlu khawatir apabila telah mematuhi ketentuan yang berlaku.

 

Saat proses audit tersebut, pelaku usaha harus mempersiapkan tim untuk memastikan kegiatan importasinya telah sesuai dengan aturan. “Apabila pada akhirnya terjadi dispute maka harus mempersiapkan apakah punya argumen yang kuat. Perlu mempersiapkan tim saat audit dari bea cukai dari mulai pada saat kick off meeting, harus ada leader dari tim tersebut. Pentingnya memahami regulasi aturan bea cukai agar juga mengerti arah pemeriksaan dari auditor bea cukai. Ketika banding pun, jika perlu perusahaan dapat meminta keterangan pihak luar seperti saksi ahli atau riset mendalam tertentu. Intinya, bagaimana mempersiapkan argumen dengan dasar hukum kuat. Kalau perusahaan sebetulnya sudah comply artinya setengah perjalanan sudah ter-cover," jelas Riza.

 

Pelaku usaha bisa mengajukan banding ke pengadilan pajak apabila keputusan keberatan dari DJBC dianggap tidak tepat. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.51 Tahun 2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Dalam proses banding ini, penting bagi pelaku usaha untuk memerhatikan masa pengajuan keberatan/banding agar tidak terlewat dari waktu yang ditentukan.

Tags:

Berita Terkait