Jimly: Omnibus Law Pertama Semestinya RUU Pemindahan Ibukota Negara
Berita

Jimly: Omnibus Law Pertama Semestinya RUU Pemindahan Ibukota Negara

Yang pasti, rencana pemerintah ingin memindahkan ibukota negara berimplikasi akan mengubah banyak UU kelembagaan/komisi negara sebagai landasan hukum untuk memulai langkah konstitusional.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Prof Jimly Asshidiqie. Foto: RES
Prof Jimly Asshidiqie. Foto: RES

Istilah omnibus law (penyederhanaan regulasi) semakin populer pasca pidato pelantikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Kini, tengah disusun dua omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang sudah ditetapkan masuk Prolegnas Prioritas 2020 demi menggenjot pertumbungan ekonomi melalui peningkatan investasi. Selain kedua RUU tersebut, ada omnibus law RUU Pemindahan Ibukota Negara yang juga masuk Prolegnas Prioritas 2020.        

 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Assidiqie mengusulkan RUU Pemindahan Ibukota Negara dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Kalimantan Timur (Kaltim) dapat dijadikan pilot project (proyek percontohan) penerapan omnibus law pertama ketimbang omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan lebih dahulu.

 

Sebab, terdapat banyak UU terkait kedudukan ibukota negara di Jakarta. Misalnya, sejumlah UU yang eksplisit menyebut frasa “ibukota negara” semestinya diaudit dan bahan pertimbangan perlu atau tidaknya ibukota dipindahkan ke Penajam Paser. Jumlahnya sekitar 30-an lebih UU kelembagaan atau komisi negara yang menyebut frasa kedudukan "ibukota negara".

 

“Jika (frasa) ini tidak diubah niscaya semuanya (kantor, SDM, dan lain-lan, red) harus ikut dipindahkan ke Penajam,” tegas Jimly kepada Hukumonline usai menghadiri acara Penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019 di Gedung MK Jakarta, Selasa (28/1/2020).

 

Menurut dia, semua UU kelembagaan/komisi negara yang mengatur frasa “ibukota negara” harus direvisi semuanya jika ibukota negara yang berkedudukan di Jakarta ingin dipindahkan ke Penajam Paser, Kaltim. Seperti, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), MA, MK, KY, Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komnas Anak, Bank Indonesia yang berkedudukan di ibukota negara.

 

“Apakah kedudukan semua lembaga tersebut harus dipindahkan? Termasuk apakah pusat bisnis juga pindah? Sedangkan, niat awalnya hanya pusat pemerintahan yang dipindahkan,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.  

 

“Tidak semua lembaga/komisi negara yang saat ini berkedudukan di Ibukota Jakarta harus ikut pindah. Karena itu, UU-nya harus diubah dulu, misalnya Bank Indonesia berkedudukan di Jakarta, jangan menyebut ‘Ibukota’ lagi. Tapi, hanya sepanjang yang menyangkut hal itu (kedudukan BI, red),” jelasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait