Kasus Jiwasraya Tak Lepas dari Lemahnya Pengawasan Regulator
Berita

Kasus Jiwasraya Tak Lepas dari Lemahnya Pengawasan Regulator

Pengamat asuransi memberikan dua skema terkait penyelamatan Jiwasraya. Pengembalian dana nasabah harus mendapat prioritas.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

PT Asuransi Jiwasraya tengah dilanda persoalan pelik. Puluhan ribu nasabah yang tercatat memegang polis di asuransi pelat merah ini tak bisa melakukan klaim atas produk asuransi yang mereka bayar. Kabarnya, kinerja perusahaan yang buruk bukan sekadar kesalahan tata kelola melainkan ada dugaan fraud yang dilakukan para direksi.

 

Persoalan semakin memanas lantaran penyelesaian masalah tak kunjung jelas. Desakan sejumlah pihak agar regulator seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menuntaskan kasus ini demi memberi kepercayaan publik.

 

Pengamat Asuransi, Hotbonar Sinaga menilai bahwa buruknya kinerja Jiwasraya disebabkan oleh pengawasan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika DPR memutuskan untuk membentuk pansus dalam penyelesaian Jiwasraya, Hotbonar mengaku sepakat. Pansus diperlukan agar penyelesaian perkara menjadi kompehensif dan tidak bersifat parsial seperti yang dilakukan oleh panitia kerja (panja).

 

“Kalau memang dibentuk pansus manfaatnya ada yang mengawasi proses hukum yang berjalan, baik itu di Kejaksaan atau audit investigasi oleh BPK,” katanya dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (29/1).

 

Menurut Hotbonar, persoalan gagal bayar yang terjadi di Jiwasraya disebabkan adanya kesalahan desain produk. Produk saving plane yang dikeluarkan oleh Jiwasraya terlalu riskan, karena menjanjikan pengembalian dana sebasar 9-13 persen dengan deposito bunga yang hanya 4-5 persen.

 

“Ini menjadi dipertanyakan, kok bisa diloloskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Memang dalam hal ini produk saving plane terlalu riskan, tidak mungkin bisa return 9-13 persen, ditambah komisi agen dan operasional dan minimum imbal hasil yang mencapai 19-20 persen, dengan pengembangan dana nasabah 9-13 persen,” jelasnya.

 

Maka untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya tersebut, Hotbonar menilai setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, melakukan perubahan di Jiwasraya melalui Governance, Risk Management, dan Compliance (GRC). Penyelesaian lewat mekanisme GRC ini, lanjutnya, merupakan penyelesaian jangka panjang untuk menyehatkan asuransi Jiwasraya. Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan pemerintah dalam penyelesaian jangka panjang ini adalah kemungkinan untuk membuat lembaga penjamin polis.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait