Menguji Konstitusionalitas Aturan Nyalakan Lampu Motor Siang Hari
Utama

Menguji Konstitusionalitas Aturan Nyalakan Lampu Motor Siang Hari

Dua mahasiswa UKI ini memohon kepada Mahkamah agar Pasal 107 ayat (2) dan Pasal 293 ayat (2) UU LLAJ dibatalkan/dihapus. Atau sepanjang frasa “pada siang hari” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Polisi lalu lintas saat bertugas. Foto: RES (Ilustrasi)
Polisi lalu lintas saat bertugas. Foto: RES (Ilustrasi)

Aturan menyalakan lampu utama sepeda motor pada siang hari dirasa tidak adil oleh dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Eliadi Hulu dan Ruben Saputra Hasiholan Nababan. Karena itu, mahasiswa yang memiliki surat izin mengemudi (SIM) dan menggunakan sepeda motor dalam kegiatan sehari-harinya ini mempersoalkan Pasal 107 ayat (2) dan Pasal 293 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).  

 

Salah satu pemohon, Eliadi Hulu menilai aturan ini tidak berdaya guna dan berhasil guna karena masyarakat tidak dapat merasakan manfaat dari menyalakan lampu utama sepeda motor pada siang hari, sehingga tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

Misalnya, asas kejelasan tidak tercermin dalam frasa “pada siang hari” karena tidak mudah/sulit dimengerti yang menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. “Menyalakan lampu di siang hari sama sekali tidak bermanfaat, justru menimbulkan kerugian bagi masyarakat pengguna sepeda motor,” kata Eliadi dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Selasa (04/2/2020).

 

Selengkapnya, Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ berbunyi, "Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.” Sedangkan,Pasal 293 ayat (2) UU menyebutkan, "Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)."

 

Ia menjelaskan apabila dikaitkan penilangan polisi lalu lintas terhadap pelanggar Pasal 107 ayat (2) yang ketentuan pidananya diatur Pasal 293 ayat (2), maka seharusnya diterapkan asas ultimum remedium dengan alasan matinya lampu utama sepeda motor bisa saja terjadi di tengah jalan dan tidak diketahui si pengemudi.

 

Dalam permohonannya, para pemohon mempertanyakan keputusan polisi menilang Eliadi pada Juli 2019 lalu dengan alasan tidak menyalakan lampu motor saat berkendara pada siang hari. Setelah membaca pasal yang dikenakan kepadanya, Eliadi merasa tidak terima ditilang lantaran ia ditilang pada pukul 09.00 WIB yang menurutnya masih tergolong pagi hari.

 

"Artinya petugas kepolisian tidak berwenang melakukan penilangan terhadap pemohon karena menurut kebiasaan masyarakat Indonesia waktu tersebut masih dikategorikan sebagai ‘pagi’. Namun, petugas polisi lalu lintas tersebut tetap melakukan penilangan," demikian bunyi permohonan ini.

Tags:

Berita Terkait