Opsi Penyelesaian Klaim Nasabah Jiwasraya
Kolom

Opsi Penyelesaian Klaim Nasabah Jiwasraya

​​​​​​​Penyelesaian persoalan Jiwasraya ini akan lebih efektif jika menggunakan jalur non peradilan.

Bacaan 2 Menit
Opsi Penyelesaian Klaim Nasabah Jiwasraya
Hukumonline

Di penghujung tahun 2019, masyarakat kembali harus menghadapi kenyataan pahit terkait buruknya tata kelola badan usaha milik Negara (BUMN). Kini asuransi Jiwasraya yang merupakan BUMN sedang diambang kepailitan setelah menyatakan tidak akan mampu membayar klaim nasabah. Jiwasraya membutuhkan dana talangan (bail out) yang sangat besar guna menormalkan operasional usaha.

 

Menteri BUMN menjelaskan kepada publik bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan di tubuh Jiwasraya selain mengupayakan dana talangan juga dengan mencari investor baru. Harapannya dengan diperolehnya investor baru sebagai pemegang saham Jiwasraya maka akan diperoleh kucuran dana segar guna membantu normalisasi Jiwasraya. Opsi penyelesaian ini sangat mengandung ketidakpastian waktu dan realisasi adanya investor baru sebagai pemegang saham Jiwasraya, termasuk juga kepastian talangan dana bagi Jiwasraya sebab menteri keuangan telah menyatakan tidak memiliki dana.

 

Mengacu pada penjelasan Mubyarto (1997:45), bahwa semangat BUMN sebagai agen kesejahteraan dengan perannya public service oriented maka BUMN harus mendahulukan kepentingan masyarakat pada setiap keputusan yang dibuatnya. Proses pailit jelas bukan merupakan pilihan yang ideal, mengingat direksi Jiwasraya menyatakan bahwa aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibanding kewajiban yang dimiliki, hal tersebut dinyatakan pada rapat dengar pendapat (RPDP) dengan komisi VI DPR RI.

 

Pilihan Presiden dan menteri BUMN untuk menyelamatkan Jiwasraya dalam hal ini patut diapresiasi, sebab opsi pailit hanya akan menambah penderitaan masyarakat, khususnya nasabah Jiwasraya. Pada hakikatnya jika mengacu pada UU BUMN bahwa BUMN adalah kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga negara tidak memiliki keterkaitan secara langsung. Jadi dalam hal ini memang tidak ada kewajiban untuk melakukan talangan kerugian Jiwasraya dengan menggunakan dana APBN. Dalam hal ini Jiwasraya sebagai BUMN merupakan entitas yang terpisah dari negara.

 

Meskipun BUMN merupakan entitas terpisah dari negara, tetapi pemerintah dalam hal ini tetap harus mempedomani peran agen kesejahteraan pada BUMN. Penting untuk mencari solusi yang menekankan pada orientasi pengembalian kerugian masyarakat nasabah Jiwasraya (recovery kerugian). Jadi dalam hal ini model penyelesaian yang harus dilakukan adalah berorientasi pada pengembalian kerugian masyarakat sebagai utamanya, bukan sekadar pemulihan Jiwasraya secara entitas.

 

Kerugian Nasabah  

Saat ini sebenarnya memang solusi yang paling tepat adalah mencari investor baru dan menyelesaikan kewajiban Jiwasraya dengan cara angsuran. Persoalannya penyelesaian dengan mengangsur akan merugikan nasabah Jiwasraya, sebab nasabah akan kehilangan present value of money dan juga dalam hal ini secara keperdataan nyata-nyata Jiwasraya menyalahi perjanjian dengan nasabah asuransinya. Dalam hal ini kondisi gagal bayar Jiwasraya disebabkan karena kesalahan berinvestasi (Jiwasraya berinvestasi pada instrumen investasi risiko tinggi), sehingga hal ini mutlak merupakan kesalahan dari Jiwasraya.

 

Meskipun Jiwasraya adalah BUMN yang merupakan private enterprise (entitas yang terpisah dari negara) namun jika mengacu pada Pasal 15 UU No. 40 Tahun 2014 tentang Asuransi (UU Asuransi) sebagai lex spesialis dari UU BUMN dalam hal ini maka pengendali harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang terjadi pada asuransi tersebut. Dalam hal ini pengendali asuransi Jiwasraya yang merupakan BUMN adalah Negara, sehingga dengan demikian pemerintah tidak dapat ‘lepas tangan’ dari sengkarut Jiwasraya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait