Isu Virus Corona, YLKI Minta KPPU dan Polri Usut Melambungnya Harga Masker
Berita

Isu Virus Corona, YLKI Minta KPPU dan Polri Usut Melambungnya Harga Masker

Kementerian Kesehatan menilai stok masker yang habis bukan karena wabah virus Corona, namun akibat kabar palsu atau hoax yang membuat masyarakat cemas.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Buntut isu wabah virus corona, YLKI banyak menerima pengaduan dan pertanyaan dari masyarakat terkait melambungnya harga masker di pasaran. Baik masker N95 dan atau masker reguler. Melambungnya harga masker di pasaran hingga ratusan persen, jelas sangat memprihatinankan.

 

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan hal ini sebuah tindakan yang tidak bermoral karena bentuk eksploitatif terhadap hak-hak konsumen, mengambil untung secara berlebihan di saat terjadinya musibah. 

 

Terkait hal itu, kata Tulus, YLKI meminta KPPU untuk mengusut kasus tersebut karena mengindikasikan adanya tindakan mengambil keuntungan berlebihan (exesive margin) yang dilakukan oleh pelaku usaha atau distributor tertentu.

 

“Menurut UU tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat, tindakan exesive margin oleh pelaku usaha adalah hal yang dilarang,” kata Tulus dalam keterangan pers, Senin (10/2). 

 

Selain itu, sambung Tulus, YLKI meminta pihak kepolisian mengusut terhadap adanya dugaan penimbunan masker oleh distributor tertentu demi mengeduk keuntungan yang tidak wajar tersebut. Menurutnya, aksi penimbunan akan mengacaukan distribusi masker di pasaran dan dampaknya harga masker jadi melambung tinggi. 

 

Tulus menambahkan konsumen dalam mengonsumsi barang atau jasa, termasuk masker, berhak atas harga yang wajar. Namun, lanjut Tulus, YLKI meminta konsumen agar membeli masker dalam jumlah yang wajar, jangan berlebihan, tak perlu melakukan panic buying. “Pembelian dalam jumlah berlebihan akan makin mendistorsi pasar,” katanya.  

 

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menilai stok masker yang habis bukan karena wabah virus Corona, namun akibat kabar palsu atau hoax yang membuat masyarakat cemas. "Itu (habis) karena virus hoax-nya lebih banyak," ujar Direktur P2PML Kemenkes dr. Wiendra Waworuntu, seperti dikutip Antara di Jakarta, Selasa (4/2).

Tags:

Berita Terkait