Leasing Masih Bisa Tarik Kendaraan Debitur Macet dengan Catatan
Utama

Leasing Masih Bisa Tarik Kendaraan Debitur Macet dengan Catatan

Maksud dari putusan MK adalah menuntut agar kontrak fidusia dapat dibangun secara benar, baik dari sisi formil maupun dari segi substansi.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pasca dibacakan putusan Mahkamah Konstitusi tentang tafsir pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan perusahaan leasing masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur tanpa melalui putusan Pengadilan Negeri (PN). 

 

Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan putusan MK tersebut justru memperjelas maksud frasa cedera janji atau wanprestasi antara Debitur dan Kreditur. “Jadi leasing masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur macet yang sebelumnya telah diperingatkan. Dengan catatan, prosedur sudah dijalankan,” ujar Suwandi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (10/2).

 

Menurut Suwandi, terdapat kesimpangsiuran di masyarakat pasca putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 dibacakan. Suwandi mengatakan melalui putusan tersebut seolah-olah pemegang hak fidusia tidak boleh melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi) karena harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi ke PN.

 

Ia mengemukakan bahwa sejatinya melalui putusan MK tersebut, perusahaan leasing masih dapat melakukan penarikan kendaraan dari debitur macet tanpa putusan pengadilan. Jika diperhatikan baik-baik, Suwandi menilai perusahaan leasing masih sangat leluasa melakukan eksekusi jaminan terhadap debitur macet.

 

“Karena itu putusan MK tidak bisa dibaca sepotong-sepotong,” ungkap Suwandi. 

 

Menurutnya, dengan adanya putusan MK perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui putusan PN dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi. Sepanjang debitur telah mengakui adanya cedera janji dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia maka sepenuhnya kreditur dapat melakukan parate eksekusi.

 

Suwandi mengatakan mengenai wanprestasi antara pihak debitur dan kreditur harus terlebih dahulu ada kesepakatan untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi. Perlu ada perjanjian sebelumnya terkait berapa jumlah pinjaman, berapa jumlah bunga yang harus dibayar, termasuk jangka waktunya.

 

“Juga batas waktu pembayaran angsuran, bagaimana jika tidak membayar angsuran, dan berapa dendanya,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait