Langkah-langkah Mitigasi Risiko dalam Antisipasi Informasi Hoax Virus Corona
Berita

Langkah-langkah Mitigasi Risiko dalam Antisipasi Informasi Hoax Virus Corona

Sebaiknya hindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Penyebaran virus novel corona (2019-nCoV) semakin meluas hingga 26 negara pada 10 Februari. Meski pemerintah Indonesia menyatakan belum terdapat laporan warga yang terdeteksi, nampaknya masyarakat harus berhati-hati karena penyebaran virus tersebut sudah memasuki negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.

 

Kekhawatiran masyarakat semakin diperparah dengan kemunculan berita palsu atau hoax di berbagai media sosial. Setidaknya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemukan 54 informasi hoaks yang tersebar melalui media sosial dan platform pesan instan Novel Coronavirus (2019-nCoV). Data tersebut diperoleh berdasarkan pemantauan pada media sosial dan platform online hingga 3 Februari dengan menggunakan teknologi pengais informasi.

 

Penyebar berita hoaks dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

Pasal itu menyatakan, Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Untuk mengantisipasi persoalan tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan panduan komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat (KRPM). Tindakan tersebut berupa:

 

  • Mengadaptasikan dan menerapkan langkah-langkah tindakan dari kesiapsiagaan di atas.
  • Membangun dan/atau memelihara kepercayaan dengan masyarakat/kelompok melalui komunikasi dua arah secara rutin dan melibatkan secara berkesinambung untuk menghindari kesalahpahaman, kesalahan informasi, isu/rumor/hoaks, dan pertanyaan yang sering diajukan.
  • Mendorong orang untuk melakukan upaya pencegahan/perlindungan dari penularan wabah.
  • Mengelola harapan dan mengkomunikasikan ketidakpastian.
  • Mengkoordinasikan dan mendorong kolaborasi di antara para mitra/pemangku kepentingan.
  • Mengkaji persepsi risiko awal dari masyarakat yang terkena dampak dan yang berisiko.
  • Memberikan informasi dan panduan secara berkesinambungan.

Langkah tindakan:

  1. Sistem Komunikasi Risiko
  • Menyesuaikan rencana KRPM yang sudah tersedia untuk segera dilaksanakan dan mengaktifkan tim KRPM.
  • Mengidentifikasi dan mengaktifkan juru bicara untuk keadaan darurat.
  •  Menyusun jadwal untuk kegiatan dan produksi komunikasi (strategi komunikasi).
  • Memantau kegiatan tanggap KRPM dengan mengidentifikasi proses untuk menunda merilis informasi yang dapat menciptakan kebingungan di masyarakat yang terdampak wabah.
  1. Koordinasi internal dan kemitraan
  • Mengaktifkan SOP untuk melaksanakan KRPM berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan mitra pemerintah/swasta.
  • Menjalin hubungan untuk operasionalisasi KRPM di tingkat lokal, regional, dan PEDOMAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI INFEKSI NOVEL CORONAVIRUS (2019-NCOV) 61 nasional.
  • Menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk komunikasi internal (ke setiap kementerian/lembaga) dan eksternal (kepada publik).
  • Berkoordinasi untuk menyiapkan pesan, konsistensi informasi, dan penyebaran kepada publik.
  1. Komunikasi publik
  • Mengumumkan kondisi ancaman kesehatan lebih cepat/awal dan secara berkesinambungan memutakhirkan data/informasi (setelah dilakukan penilaian dan analisis risiko).
  • Segera memberikan informasi terbaru secara terbuka, meskipun tidak lengkap untuk menjelaskan situasi yang terjadi (mengelola ketidakpastian), menyediakan saluran komunikasi yang mudah diakses publik untuk mendapatkan informasi terbaru (misalnya. hotline, situs resmi, media sosial resmi, dll).
  • Menggunakan saluran komunikasi yang terpercaya dan efektif secara rutin untuk dapat dimanfaatkan oleh publik.
  • Mengidentifikasi dan mengaktifkan influencer terpercaya untuk membantu menyebarkan konten positif kepada masyarakat.
  1. Keterlibatan komunikasi dengan masyarakat yang terdampak
  • Menganalisis persepsi risiko dengan cepat berdasarkan informasi formal dan informal yang ada.
  • Memetakan publik penerima pesan untuk tanggap cepat komunikasi (misalnya masyarakat yang terdampak, petugas kesehatan, pemimpin politik, lembaga donor, dll).
  • Menerjemahkan materi KIE ke dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat (baik bahasa lokal maupun nasional) dan menyesuaikan dengan kaidah/literasi bahasa Indonesia.
  1. Mengatasi ketidakpastian, persepsi dan manajemen informasi yang salah
  • Mengkomunikasikan informasi yang boleh dan tidak boleh diketahui oleh publik dengan menjelaskan sampai sejauh mana ketidakpastian yang terjadi.
  • Mengaktifkan pemantauan pemberitaan dan isu/rumor, memverifikasi data.
Tags:

Berita Terkait