Rasionalitas RUU Cipta Kerja Atur Upah Per Jam
Berita

Rasionalitas RUU Cipta Kerja Atur Upah Per Jam

Karena perhitungan upah per jam upaya merespon perubahan teknologi yang berdampak pada cara dan tata kerja, tapi tidak menghapus upah bulanan. Namun, Indef mengingatkan pengaturan upah kerja per jam harus hati-hati, hanya untuk jenis pekerjaan tertentu, tidak di sektor padat karya.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembahasan RUU. Foto: Hol
Ilustrasi pembahasan RUU. Foto: Hol

Belum lama ini, pemerintah telah menyerahkan draft RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian ke DPR. Setidaknya, terdapat dua RUU lagi terkait omnibus law yang masih diselesaikan pemerintah yakni RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ibukota Negara.

 

Sesditjen PHI Kementerian Ketenagakerjaan Andriani mengatakan RUU Cipta Lapangan Kerja sekarang judulnya diubah menjadi RUU Cipta Kerja. Salah satu alasan pergantian judul itu karena RUU Cipta Lapangan Kerja seringkali disebut sebagai “RUU Cilaka” yang terkesan negatif.

 

Meski judulnya berubah, tapi secara umum substansi yang dibahas dalam RUU Cipta Kerja dengan RUU sebelumnya tidak berbeda. Untuk klaster ketenagakerjaan, Andriani mencatat RUU ini akan mencabut sejumlah pasal dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain terkait upah minimum, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pesangon, hubungan kerja, jaminan sosial, dan penggunaan tenaga kerja asing (TKA).

 

Soal upah minimum akan berkaitan dengan upah per jam. Andriani menjelaskan selama ini regulasi hanya mengatur upah bulanan dan harian. Sampai saat ini belum ada peraturan tentang upah per jam, padahal melihat perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, pengaturan ini sangat dibutuhkan. Teknologi yang berkembang saat ini membantu pekerja melaksanakan pekerjaannya, sehingga pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat dan bisa memangkas waktu kerja.

 

“Ini karena dipengaruhi kemajuan teknologi, dampaknya kepada cara kerja, tata kerja dan seterusnya. Teknologi sangat membantu, sehingga bisa memangkas waktu kerja,” kata Andriani dalam diskusi di Jakarta, Senin (10/2/2020). Baca Juga: 7 Kritik Kiara untuk Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja

 

Menurut Andriani, tidak menutup kemungkinan ketika ketentuan upah per jam itu berlaku, pekerja bisa bekerja lebih dari satu tempat. Dari hasil penelitian yang dilakukan tahun lalu, kata Andriani, seorang guru tari bisa mengajar di banyak sanggar seni yang satu kali sesi mengajar hanya 3 jam. Dalam satu hari guru tari tersebut bisa mengajar di beberapa sanggar yang berbeda.

 

Dia menegaskan meskipun dalam RUU Cipta Kerja akan mengatur upah per jam, bukan berarti aturan upah per jam bakal menggantikan ketentuan upah per bulan yang saat ini berlaku. Aturan mengenai upah per bulan sama seperti yang berlaku sekarang ini.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait