Tiga Guru Besar Ini Beri Masukan Soal Omnibus Law
Utama

Tiga Guru Besar Ini Beri Masukan Soal Omnibus Law

Terpenting, penyusunan omnibus law harus memenuhi asas keterbukaan, kehati-hatian, partisipasi masyarakat, konsistensi terhadap Pancasila dan UUD 1945.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan Prof Maria Farida Indrati, Prof Maria SW Sumardjono, dan Prof Satya Arinanto. Foto kolase. Hol
Dari kiri ke kanan Prof Maria Farida Indrati, Prof Maria SW Sumardjono, dan Prof Satya Arinanto. Foto kolase. Hol

Penyederhanaan sekitar puluhan UU menjadi kompilasi satu UU yang dilakukan pemerintah melalui metode omnibus law terus dikritisi berbagai kalangan. Mulai kalangan buruh, akademisi, lembaga/komisi negara, akademisi, hingga kalangan guru besar terkait kebijakan penyusunan sejumlah RUU omnibus law ini.

 

Saat acara diskusi Djokosoetono Research Center bertajuk "Menyikapi Omnibus Law, Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja" di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (6/2/2020) kemarin. Hadir sebagai narasumber diantaranya tiga guru besar yakni Prof Maria Sriwulani (SW) Sumardjono, Prof Maria Farida Indrati, Prof Satya Arinanto.  

 

Dalam paparannya, Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Maria Sriwulani (SW) Sumardjono melihat salah satu tujuan pemerintah menggulirkan omnibus law yaitu mendorong investasi. Kebijakan ini untuk mengejar visi Indonesia 2045 untuk menjadi 5 kekuatan besar ekonomi dunia. Termasuk target 2040 agar menjadi negara berpendapatan tinggi melalui sarana peningkatan investasi.

 

Namun, Maria mengingatkan ada 5 prasyarat yang harus dipenuhi untuk omnibus law ini. Pertama, stabilitas politik dan keamanan. Kedua, efisiensi pasar (kebijakan, aspek legal, pajak, akses ke sumber daya alam). Ketiga, pasar domestik yang besar. Keempat, kondisi dan stabilitas ekonomi makro. Kelima, infrastruktur, tenaga kerja, dan pasar keuangan.

 

Maria melihat gagasan pemerintah menerbitkan omnibus law untuk menyederhanakan dan harmonisasi regulasi serta perizinan. Omnibus law merupakan metode mengganti dan/atau mencabut ketentuan dalam UU. Atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU. Tercatat, pemerintah akan menyasar sekitar 80-an UU dalam omnibus law RUU Cipta Kerja.

 

Selain penyederhanaan regulasi, Maria menekankan harmonisasi UU sektoral juga penting karena berkaitan dengan investasi. Misalnya, sektor sumber daya alam (SDA), hampir seluruh investasi akan membutuhkan ketersediaan tanah dan SDA. Investasi yang dimaksud antara lain bidang pembangunan, pariwisata, tambang, transportasi, perkebunan, produk, dan lain-lain.

 

“Mendorong investasi dengan menyederhanakan regulasi dan perizinan jika tidak ditempuh bersamaan dengan harmonisasi UU sektoral sama saja menambah potensi konflik dan ketidakadilan dalam akses penguasaan dan pemanfaatan SDA bagi kelompok masyarakat di luar korporasi,” kata Maria ketika dikonfirmasi, Selasa (11/2/2020). Baca Juga: Masukan Asosiasi Pengusaha untuk Omnibus Law RUU Perpajakan

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait