RUU Cipta Kerja dan Risiko Pengabaian Kerusakan Lingkungan Hidup
Berita

RUU Cipta Kerja dan Risiko Pengabaian Kerusakan Lingkungan Hidup

Penghapusan Izin Lingkungan tidak sesuai dengan sistem pengaturan pengelolaan lingkungan hidup dan justru menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kerusakan lingkungan hidup. BAS
Ilustrasi kerusakan lingkungan hidup. BAS

Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja kepada DPR RI pada Rabu (12/2). Berbagai aspek pengaturan termuat dalam draf tersebut seperti prosedur investasi, ketenagakerjaan dan perizinan. Pemerintah menginginkan kemudahan berusaha yang selama ini masih terhambat akibat tumpang tindih regulasi.

 

RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini setidaknya memuat 11 klaster, 15 bab, 174 pasal dengan 79 UU terdampak dan ditargetkan rampung dalam waktu 100 hari. Banyaknya materi yang dimasukkan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan singkatnya waktu tersebut, dikhawatirkan berisiko melemahkan penegakan hukum akibat investasi.

 

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL), Raynaldo Sembiring, mengkritisi muatan isi dalam rancangan aturan tersebut. Hal ini karena rancangan aturan tersebut berisiko melemahkan penegakan hukum terkait lingkungan hidup. Terlihat, dalam rancangan aturan tersebut yang menjadikan pendekatan berbasis izin menjadi pendekatan berbasis risiko maka Izin Lingkungan tidak lagi berlaku sebagai persyaratan Izin Usaha.

 

Raynaldo menilai penghapusan Izin Lingkungan tidak sesuai dengan sistem pengaturan pengelolaan lingkungan hidup dan justru menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum.

 

“Di banyak negara, penerapan izin lingkungan bersamaan dengan instrumen standar kualitas lingkungan merupakan praktik yang lazim. Pengaturan lingkungan hidup mengandalkan standar yang terukur. Secara garis besar, standar lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu standar lingkungan yang ditetapkan pada media lingkungan misalnya kualitas udara atau air di wilayah tertentu dan standar yang ditetapkan pada sumber polusi (misalnya standar emisi, standar proses produksi dan standar produk,” jelas Raynaldo

 

Dia menjelaskan standar seharusnya ditentukan oleh pemerintah sebagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup atau alat untuk menentukan apa yang boleh dilakukan oleh individu dan pelaku usaha.

 

Penetapan standar pada umumnya dianggap hanya sebagai tahap pertama dari keseluruhan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk mencapai penaaatan pada standar tersebut ada beberapa perangkat yang dapat digunakan salah satunya adalah izin. Izin digunakan untuk mencegah pelanggaran terhadap standar lingkungan yang telah ditentukan.

Tags:

Berita Terkait