Mencari Jalan Membumikan Pemahaman Hukum di Indonesia Butuh Anak Muda
Berita

Mencari Jalan Membumikan Pemahaman Hukum di Indonesia Butuh Anak Muda

Menyentuh kalangan anak muda perlu dengan beragam kemasan yang akrab dengan mereka. Termasuk dengan cara yang menyenangkan.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Kurnia dan Yan saat mengisi gelar wicara di festival Indonesia Butuh Anak Muda di Jakarta, Rabu (19/2). Foto: NEE
Kurnia dan Yan saat mengisi gelar wicara di festival Indonesia Butuh Anak Muda di Jakarta, Rabu (19/2). Foto: NEE

Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menyongsong bonus demografi Indonesia. Salah satunya kalangan muda yang memiliki kesadaran hukum tinggi. Terutama soal antikorupsi. “Butuh strategi komunikasi hukum yang baik untuk menjangkau kalangan milenial,” kata  Kurnia Ramadhana, pegiat antikorupsi ‎Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Hukumonline, Rabu (19/2).

 

Kurnia menyoroti bonus demografi yang mencapai puncaknya di tahun 2045 mendatang. Kalangan muda mulai dari generasi milenial akan lebih banyak jumlahnya dalam tatanan sosial. 

 

Kurnia hadir bersama Yan Kurniawan, analis senior Drone Emprit dalam gelar wicara bertajuk ‘Indonesia Butuh Anak Muda’. Keduanya mengulas isu antikorupsi dalam rangkaian dialog tentang partisipasi anak muda bagi perubahan sosial. Acara ini diselenggarakan dalam rangka perayaan satu dekade siaran televisi populer ‘Mata Najwa’.

 

“Mereka (anak muda) akrab dengan teknologi, 10 tahun lagi mereka semakin canggih dalam menyuarakan aspirasi,” kata Yan. Ia mencontohkan fenomena keterlibatan besar-besaran kalangan muda untuk isu revisi undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

 

Yan awalnya memiliki asumsi yang sama dengan banyak peneliti sosial soal sikap apolitis milenial dan ‘adik-adiknya’. Di luar dugaan, mereka melibatkan diri mulai dari keriuhan di media sosial hingga aksi turun ke jalan.

 

Sebagai lembaga kajian isu media sosial, Drone Emprit menemukan kluster partisipasi yang tidak biasa. Berbagai percakapan soal ‘reformasi dikorupsi’ dipenuhi mulai dari mahasiswa hingga pelajar sekolah menengah atas.

 

“Biasanya mereka hanya ada di kluster netral (percakapan nonpolitik). Ternyata mereka tidak meninggalkan kepedulian pada politik terutama politik moral,” ujar Yan. Keriuhan percakapan mereka lalu dibarengi pada mobilisasi massa demonstrasi.

Tags:

Berita Terkait