Mempertanyakan Penghentian Penyelidikan 36 Kasus di KPK
Berita

Mempertanyakan Penghentian Penyelidikan 36 Kasus di KPK

Pimpinan KPK semestinya menjelaskan secara gamblang alasan dan menyatakan penghentian penyelidikan terhadap 36 kasus ini agar tidak jadi bola liar.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri kembali menjadi sorotan. Kali ini, gara-gara KPK menghentikan penyelidikan terhadap 36 perkara dugaan korupsi. Sontak, sejumlah pihak mempertanyakan langkah KPK menghentikan penyelidikan 36 perkara itu yang jarang dilakukan pimpinan KPK sebelumnya. Karena itu, sejumlah pihak meminta KPK menjelaskan alasan penghentian kasus kepada publik secara jelas.

 

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani mengatakan penghentian penyelidikan memang dapat dibenarkan secara hukum. Apalagi, dalam UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) memberi kewenangan KPK menghentikan penyidikan perkara.

 

Namun, kata Arsul, alasan penghentian penyelidikan, KPK sebaiknya menjelaskan kepada publik. Apalagi, jumlah perkara di tingkat penyelidikan yang dihentikan itu terbilang banyak, 36 kasus. “Penjelasan pimpinan KPK ke publik ini agar tidak jadi ‘bola liar’ di masyarakat, tidak berkembang spekulasi bahwa KPK melakukan impunitas kasus korupsi,” ujar Arsul di Gedung MPR Jakarta, Kamis (20/1/2020).

 

“Impunitas itu, keadaan tertentu yang menyebabkan para pelaku kejahatan/tindak pidana pidana, justru tidak dipidana, sehingga tak ada penyelesaian kasus secara hukum. Misalnya, apabila penyelidikan 36 kasus itu tidak disertai alat bukti yang cukup, maka penghentian perkara menjadi layak.”

 

Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto tak habis pikir dengan langkah KPK menghentikan penyelidikan 36 kasus. Baginya, langkah KPK kali ini menjadi tanda tanya besar bagi publik. “Ini membuat publik mereka-reka dan bertanya, apakah ada indikasi tebang pilih dengan berbasis selera, sehingga perkara tak bisa dilanjutkan? Ada apa dengan KPK?”

 

Karena itu, sangat penting bagi KPK menjelaskan secara utuh alasan penghentian penyelidikan terhadap 36 kasus dugaan korupsi. Jika tanpa penjelasan muncul spekulasi di masyarakat terhadap kepimpinanan KPK Jilid V. “KPK harus sadar, pemberantasan korupsi membutuhkan dukungan dan partisipasi rakyat. KPK tak bisa jalan sendiri,” ujar politisi Partai Demokrat ini.

 

Enam catatan ICW

Sementara Indonesia Corruption Watch (ICW) pun mengkritik langkah penghentian penyelidikan 36 kasus itu. Peneliti ICW Wana Alamsyah mencatat ada enam hal penilaian buruk terhadap KPK pimpinan Firli Bahuri ini. Pertama, fenomena penghentian 36 perkara di tingkat penyelidikan jauh hari sudah diprediksi bakal terjadi, ketika Firli Bahuri dan empat orang lainnya dilantik menjadi Pimpinan KPK. “Hal ini terbukti dari beredarnya pernyataan resmi KPK,” kata Wana.

Tags:

Berita Terkait