KY Dorong Hakim Gunakan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum
Berita

KY Dorong Hakim Gunakan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum

Karakterisasi putusan dibuat untuk mempermudah hakim.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit
Gedung Komisi Yudisial. Foto: HOL/SGP
Gedung Komisi Yudisial. Foto: HOL/SGP

Hakim-hakim di Indonesia memang punya kemerdekaan saat memutus perkara, dalam arti tidak tunduk sepenuhnya pada putusan-putusan hakim terdahulu. Meskipun demikian, penggunaan yurisprudensi bukan sesuatu yang baru. Banyak hakim yang merujuk pada yurisprudensi jika konstruksi kasus yang ditangani hampir sama.

Yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum formal yang diakui di Indonesia. Yurisprudensi berkaitan dengan perkembangan ilmu hukum dan dipandang sebagai salah satu intrumen untuk melihat konsistensi putusan hakim atau kepastian hukum. Yurisprudensi berasal dari putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetapi dan diikuti hakim-hakim lain setelahnya. Sebagai negara yang mewarisi tradisi Eropa Kontinental, keberadaan yurisprudensi di Indonesia tidak semengikat dibanding negara dengan sistem hukum Anglo Saxon. Bukan berarti Indonesia tak mengenal penggunaan putusan hakim terdahulu. Tetapi jika dihubungkan dengan prinsip dasar kemandirian hakim, maka penerapan yurisprudensi akan menjadi tantangan. Terutama berkaitan dengan pertanyaan apakah yurisprudensi itu memiliki kekuatan mengikat, atau sebenarnya lebih memiliki kekuatan persuasif.

Sejarah pengadilan Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari penggunaan yurisprudensi. Setidaknya, fakta historis itu pernah diungkapkan peneliti asal Belanda, Adriaan Bedner. Menurut dia, sejak era Belanda sampai era kemerdekaan kalangan hakim dan akademisi sangat menaruh perhatian pada putusan-putusan hakim. “Di tahun 1950-an, yurisprudensi digunakan oleh kalangan pengacara atau hakim dan dipelajari oleh professor-profesor hukum di Indonesia,” ujarnya kepada hukumonline pada 2018 lalu.

(Baca juga: Bahasa Hukum: Sumber Hukum Formal Bernama ‘Yurisprudensi’).

Komisi Yudisial kembali mengingatkan pentingnya yurisprudensi dan mendorong hakim-hakim menggunakannya. Misalnya ketika hakim menghadapi kasus permohonan pergantian jenis kelamin, salah satu isu yang diperdebatkan belakangan setelah penangkapan artis LL. Komisi Yudisial mencatat sebelum kasus LL mencuat, sudah ada beberapa putusan hakim yang dapat dijadikan rujukan.

Dari perkara-perkara yang sudah diputus dapat diketahui bagaimana pertimbangan hakim dan menjadi karakteristik putusan. "Dunia peradilan merespons fenomena ini dengan variasi masing-masing karena ada dua alasan utama permohonan ganti kelamin, yaitu alasan medis dan alasan kejiwaan. Hakim cenderung lebih melihat alasan medis sebagai dasar utama dikabulkannya permohonan," jelas Farid saat melakukan ‘Internalisasi Program Karakterisasi Putusan: Mainstreaming Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum’, Jumat (21/2), di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.

Farid menambahkan bahwa hakim dapat dengan mudah mendapatkan referensi terkait hal itu melalui program nasional yang sedang dijalankan Komisi Yudisial yaitu karakterisasi putusan. Sebelumnya, KY telah melakukan Analisis Putusan Hakim pada 2009-2015 dengan hasil penelitian bahwa kebanyakan hakim kurang memperkaya putusannya dengan sumber hukum lain seperti yurisprudensi dan doktrin. "Karena fokus perbaikan tidak hanya terhadap perilaku, tetapi kualitas kinerja hakim, yakni putusan," papar Farid dalam pernyataan resmi yang diterima hukumonline.

(Baca juga: Siapa Bilang Yurisprudensi Tak Penting Bagi Hakim Indonesia).

Sejak 2019 lalu, Komisi Yudisial RI memiliki program prioritas nasional, yaitu karakterisasi putusan berbasis aplikasi. Program ini dihadirkan dalam bentuk aplikasi yang berisi karakterisasi putusan dengan basis anotasi putusan hakim. KY melakukan transformasi dengan melakukan pengembangan dalam bentuk website yang bisa diakses di www.karakterisasi.komisiyudisial.go.id dan aplikasi play store "Karakterisasi".

"Karakterisasi putusan  dibuat untuk mempermudah hakim dalam membaca sebuah putusan dengan cara mengelompokkan indikator-indikator penting (karakter). Fungsi utamanya adalah memperkaya referensi sumber hukum yang berasal dari yurisprudensi," jelas Farid.

Referensi tersebut tidak hanya berangkat dari undang-undang, tetapi juga yurisprudensi dan doktrin. Oleh karena itu, lanjut Farid, KY mendorong para hakim untuk menggunakan yurisprudensi sebagai sumber hukum. Dalam aplikasi ini menyediakan naskah asli putusan Yurisprudensi. "Program ini diharapkan menjadi jembatan antara dunia praktik dan dunia akademik dalam menciptakan diskusi maupun diskursus tentang isu hukum tertentu," ujarnya.

Karakterisasi putusan ini memiliki daya guna karena disajikan dalam aplikasi berbasis website ataupun telepon seluler, sehingga dirasakan manfaatnya oleh para hakim, akademisi, peneliti, praktisi hukum, dan para pencari keadilan.

Tags:

Berita Terkait