Pesan Mendalam bagi Advokat Muda di UPA 2020
Utama

Pesan Mendalam bagi Advokat Muda di UPA 2020

Tidak hanya kompetensi ilmu hukum, para advokat juga harus menjaga kode etik profesi dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat.

Oleh:
Mohamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Jajaran pengurus DPN PERADI saat pelaksanaan Ujian Profesi Advokat (UPA) 2020. Foto: Istimewa
Jajaran pengurus DPN PERADI saat pelaksanaan Ujian Profesi Advokat (UPA) 2020. Foto: Istimewa

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kembali menggelar Ujian Profesi Advokat (UPA) 2020 secara serentak di 37 provinsi pada Sabtu (22/2). Jumlah peserta ujian yang tercatat kali ini mencapai 4.884 orang dengan Jakarta menjadi wilayah peserta terbanyak. Ujian ini merupakan syarat bagi para sarjana hukum yang ingin menjadi advokat sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) huruf f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

 

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan menyatakan besarnya jumlah peserta tersebut menunjukkan pentingnya profesi advokat dalam dunia hukum di Indonesia. Selain itu, jumlah peserta juga membuktikan besarnya kepercayaan masyarakat terhadap Peradi sebagai penyelenggara yang melahirkan advokat-advokat profesional.

 

“Lulus ujian adalah salah satu syarat untuk dapat diangkat menjadi advokat oleh Peradi dan kemudian diambil sumpah oleh Pengadilan Tinggi setempat. Selanjutnya, bagi peserta yang lulus ujian diwajibkan mengurus segala persyaratan yang ditentukan UU Advokat untuk ditindaklanjuti Peradi dengan melakukan pengangkatan dan permohonan untuk bersumpah kepada Pengadilan Tinggi,” jelas Fauzie saat dijumpai di Universitas Tarumanegara, Jakarta.

 

(Baca juga: 10 Kabar Seru dari Advokat dan Notaris dan Notaris Indonesia Tahun 2019)

 

Fauzie menyampaikan pesan bagi advokat muda tersebut untuk mampu menerapkaan ilmu hukum yang dikuasai dalam menjalankan profesinya. Menurutnya, perkembangan ilmu hukum telah berkembang pesat seiring kemajuan teknologi sehingga menjadi sangat dinamis. Dia menjelaskan saat ini telah diterapkan sistem berbasis informasi teknologi (IT) dalam peradilan.

 

“Tata cara pelaksanaannya (persidangan) sudah menggunakan pendekatan IT  tidak gunakan kertas lagi. Setiap anggota (Peradi) sudah kita lakukan pendekatan program dengan meningkatkan kemampuan untuk melakukan‎ respons agar kantor-kantor advokat di Indonesia ini melek pada Sistem IT sehingga tidak ketinggalan soal IT. Harapannya (advokat) tidak gaptek (gagap teknologi),” jelas Fauzie.

 

Dalam kempatan sama, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Mualimin Abdi menyatakan penting bagi advokat muda untuk mengikuti perkembangan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Dia mencontohkan pembahasan Revisi UU Kitab Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah diserahkan Pemerintah ke DPR. Menurutnya, RUU Omnibus Law akan berdampak signifikan terhadap perundang-undangan di Indonesia.

 

(Baca juga: Mencari Jalan Membumikan Pemahaman Hukum di Indonesia Butuh Anak Muda)

 

Ia memberi contoh lain, kemungkinan pengesahan RUU KUHP. Perubahan fundamental dalam RUU ini perlu diikuti advokat muda. “Mungkin sarjana hukum yang sekarang mereka baca dan paham itu tapi kalau RUU KUHP disahkan maka pola berpikirnya harus diubah. Lalu ada Omnibus Law sehingga advokat harus paham itu karena banyak UU yang pasalnya ditarik lewat Omnibus Law. Advokat harus paham itu karena advokat bidangnya bukan hanya perdata atau pidana tapi juga harus paham investasi dan ketenagakerjaan,” jelas Mualim.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait