Kredibilitas Menurun, ICW Desak Presiden Terbitkan Perppu KPK
Berita

Kredibilitas Menurun, ICW Desak Presiden Terbitkan Perppu KPK

Hal ini disebabkan buruknya seleksi pimpinan KPK dan efek berlakunya UU No. 19 Tahun 2019.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
ICW. Foto: RES
ICW. Foto: RES

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurun akibat dampak buruknya seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023 dan efek berlakunya UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).  

 

"Tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun drastis berdasarkan survei awal 2020. Alvara Research Center melaporkan KPK hanya menempati posisi lima lembaga negara yang dipercayai. Survei terbaru Indo Barometer menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di nomor empat kalah dari TNI dan Polri," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (25/2/2020) Baca Juga: Ketua KPK: Penghentian 36 Kasus Tidak Bersifat Final

 

Padahal, kata dia, pada 2016-2018 berdasarkan survei nasional yang dilakukan tiga lembaga berbeda yakni Polling Centre, CSIS, dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di peringkat pertama, bahkan mengalahkan kepercayaan publik terhadap Presiden.

 

Menurut dia, survei terbaru di atas menggambarkan situasi pemberantasan korupsi yang semakin memburuk dan menipisnya harapan masyarakat Indonesia terhadap kinerja KPK. "Tidak dapat dipungkiri situasi terkini, KPK banyak mengalami perubahan. Hal itu dipicu setidaknya dua hal. Pertama, seleksi pimpinan KPK yang buruk membuat pimpinan KPK terpilih sarat kontroversi," kata Kurnia.

 

Catatan ICW selama proses pemilihan Pimpinan KPK pada 2019 mengungkap temuan krusial, diantaranya pansel yang mengabaikan aspek integritas dan rekam jejak para calon. "Hasilnya, lima Pimpinan KPK yang terpilih memiliki banyak catatan, mulai dari diduga melanggar kode etik maupun rendahnya kepatuhan dalam LHKPN. Belum lagi keterkaitan pimpinan KPK dengan kasus korupsi yang saat itu tengah disidik KPK," ujar dia.

 

Kedua, UU KPK yang dalam proses penyusunannya menjelaskan kepada publik berbagai manuver dan kejanggalan yang ditunjukkan DPR dan pemerintah/Presiden. "Sebagai contoh, UU KPK yang sedari awal tidak masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2019 tiba-tiba diselundupkan demi mempercepat proses revisi dan pengesahan."

 

Selain itu, saat pengesahan di rapat paripurna DPR pun tidak memenuhi kuorum. Diduga hanya sekitar 80-90 anggota yang hadir dari total 560 anggota DPR RI. Tak hanya itu, proses formil pengesahan revisi UU KPK saja, niat untuk melemahkan KPK pun tercermin dari substansi revisi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait