Pesan Presiden KAI untuk 53 Advokat Baru
Berita

Pesan Presiden KAI untuk 53 Advokat Baru

Karena ada kelemahan bagi advokat mengenai informasi teknologi, manajemen, dan marketing.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Pengurus Pusat KAI berfoto bersama dengan 53 advokat baru usai sidang terbuka pengangkatan calon advokat di Jakarta, Kamis (27/2). Foto: RFQ
Sejumlah Pengurus Pusat KAI berfoto bersama dengan 53 advokat baru usai sidang terbuka pengangkatan calon advokat di Jakarta, Kamis (27/2). Foto: RFQ

Kongres Advokat Indonesia (KAI) menggelar acara pengangkatan 53 calon advokat baru di Hotel Sultan Jakarta, Kamis (27/2/2020). Dari 53 advokat baru terdapat profesi mantan anggota Polri, mulai purnawirawan jenderal polisi bintang dua, komisaris besar, dan profesi lain.

 

Presiden KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan pengangkatan advokat merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses pengangkatan seseorang yang hendak menjadi advokat. Hal itu diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan, Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat”.

 

Namun begitu, merujuk Pasal 4 ayat (1) UU 18/2003 mewajibkan bagi advokat yang bakal menangani perkara ke pengadilan (litigasi) diharuskan disumpah terlebih dahulu di sidang terbuka pengadilan tinggi. Dia berpesan terhadap advokat yang resmi diangkat mesti menjalankan tugas dan kewenangan advokat sesuai peraturan perundang-undangan dan kode etik.

 

Dia menilai profesi advokat memiliki beberapa kelemahan yang mesti diatasi sedini mungkin. Menurutnya, ada tiga kelemahan advokat. Pertama, soal teknologi informasi. Di era digital, advokat mesti memahami dan masuk dalam era digitalisasi. Dia menilai mau tak mau, advokat tak bisa menghindar dari kencangnya perubahan dari era konvensional menuju digital.

 

Secara organisasi, KAI sudah memanfaatkan digitalisasi dengan kartu advokat KAI. Menurutnya, anggota KAI melalui kartu anggotanya dapat diketahui secara menyeluruh profil seorang advokat yang terintegrasi dengan database DPP KAI. Jadi, bila kartu anggota KAI tak terintegrasi dengan database DPP KAI, dipastikan bukan anggota KAI.

 

Kedua, manajemen. Organisasi advokat ataupun kantor hukum harus menerapkan manajemen yang baik. Tanpa manajemen dan pengelolaan organisasi dan kantor hukum yang baik, tak akan bertahan lama. “Tanpa manajemen yang baik, sulit rasanya untuk dapat bertahan lama,” kata dia.

 

Ketiga, marketing. Menurutnya, jasa hukum merupakan produk yang dijual oleh seorang advokat. Karena itu, perlu strategi pemasaran jasa hukum advokat secara baik agar ada pihak yang menggunakan jasanya. Apalagi, UU 18/2003, menuntut seseorang menjadi advokat yang profesional.

Tags:

Berita Terkait