Organisasi Advokat dalam Satu Wadah Tunggal, Masihkah Relevan?
Berita

Organisasi Advokat dalam Satu Wadah Tunggal, Masihkah Relevan?

Dalam satu putusan perkara, salah satu pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi menyebut organisasi advokat sebagai ‘Independent Auxiliary State Organ’ atau lembaga (organ) negara dalam arti yang diperluas.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia-Rumah Bersama Advokat (DPN Peradi-RBA), Imam Hidayat, S.H., M.H.  Foto: istimewa.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia-Rumah Bersama Advokat (DPN Peradi-RBA), Imam Hidayat, S.H., M.H. Foto: istimewa.

Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 2003 telah membagi peran organisasi advokat (OA) dalam delapan kewenangan. Empat di antaranya, yaitu mengangkat calon advokat baru menjadi anggota, mengadakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), hingga menyelenggarakan ujian dan menyatakan kelulusan dalam Ujian Profesi Advokat (UPA). Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia-Rumah Bersama Advokat (DPN Peradi-RBA), Imam Hidayat, S.H., M.H. mengatakan, tidak salah jika dalam satu putusan perkara, salah satu pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi menyebut organisasi advokat sebagai ‘Independent Auxiliary State Organ’ atau lembaga (organ) negara dalam arti yang diperluas.

 

Sebagai ‘organ negara’, baru-baru ini ada kabar baik di dunia advokat, yaitu penandatanganan kesepakatan oleh tiga Ketua Umum Peradi (RBA, Suara Advokat Indonesia-SAI, dan SOHO), untuk mempersiapkan Musyawarah Nasional (Munas) bersama di hadapan Menkopolhukam dan Menkumham pada Selasa (25/2). Momen ini pun berkembang menjadi wacana penyatuan kembali OA dalam satu wadah tunggal (single bar), dengan mengusung tagline ‘Mengembalikan Kejayaan Advokat Indonesia’.

 

Sebagaimana diamanahkan UU Advokat, tertulis bahwa OA haruslah terbentuk setelah dua tahun UU diundangkan. UU Advokat sendiri baru dikeluarkan pada 2003. “Kita tahu, khususnya para advokat senior bahwa filosofi dikeluarkannya UU Advokat menggunakan asas unifikasi (penggabungan). Delapan organisasi advokat saat itu sepakat untuk bersatu dalam wadah tunggal (single bar), dan bukan federasi berkonsep single bar,” ungkap Imam.

 

Sayangnya, konsep single bar tidak selalu berjalan mulus. Usia Peradi hanya bertahan sepuluh tahun (lahir pada 2005), sebab dalam Munas II di Makassar, Peradi pecah menjadi tiga kubu, di mana setiap organisasi memiliki ketua umum dan jajaran kepengurusannya masing-masing. Hal inilah yang kemudian membuat Imam bertanya-tanya:  terkait penandatanganan kesepakatan kemarin, apakah hal tersebut benar-benar niat luhur untuk kembali mempersatukan OA Peradi?

 

Masihkah Perlu Unifikasi?

Imam tidak menampik, ada banyak pertanyaan dan spekulasi seputar penandatanganan kesepakatan yang dilakukan oleh tiga Ketum Peradi. Misalnya, apakah momen tersebut benar-benar niat baik untuk melakukan unifikasi, sekadar keinginan ‘reuni’, atau untuk kepentingan politik semata?

 

“Kita sadar, (berpikir) realistis, dan paham karakter masing-masing Ketum Peradi dan jajaran petinggi yang hadir dalam penandatanganan tersebut. Ini tidak berarti kita pesimis. Namun, melihat sejarah panjang organisasi advokat di Indonesia, di mana Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) yang lahir pada 1985 juga merupakan bentuk unifikasi dari 17 OA, ternyata pecah dengan lahirnya Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), lalu muncul IPHI, serta OA yang lain, konsep unifikasi sendiri sudah tidak lagi relevan,” Imam menambahkan.

 

Kendati Imam optimis dengan kerja Tim 9 yang ditunjuk sebagai perumus tata cara dan tata teknis Munas Bersama Peradi dalam batas waktu tiga bulan mendatang, ia tetap harus realistis dengan situasi dan kondisi OA di masa kini. Di tengah banyaknya organisasi advokat yang lahir pascapecahnya Peradi menjadi tiga, konsep unifikasi sebenarnya sudah tidak ideal. Sebab, setelah Peradi melaksanakan Munas Bersama (dan kemungkinan besar tidak terlaksana), masalah pun tidak otomatis selesai. Masih ada banyak organisasi advokat lain yang SK-nya sudah disahkan oleh Kemenkumham.

Tags:

Berita Terkait