Melek Omnibus Law I: Mengurai Problematika Pengupahan
RUU Cipta Kerja:

Melek Omnibus Law I: Mengurai Problematika Pengupahan

Pemerintah menegaskan upah minimum dipastikan tidak akan turun dan tidak dapat ditangguhkan, terlepas bagaimanapun kondisi pengusahanya. Kalangan buruh menilai sebaliknya.

Oleh:
Agus Sahbani/Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Substansi RUU Cipta Kerja terus menjadi sorotan publik terutama pasca pemerintah mengirimkan naskah akademik dan drafnya ke pimpinan DPR, Rabu (12/2) lalu. Berbagai kritikan dan masukan berbagai elemen masyarakat terus dialamatkan kepada pembentuk UU baik proses penyusunan maupun materi muatannya. Sebab, RUU yang diarahkan pada peningkatan kemudahan berusaha dan investasi demi perluasan lapangan pekerjaan ini menyasar banyak sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

 

Salah satunya, RUU Cipta Kerja ini menyasar sektor ketenagakerjaan dengan tiga UU terdampak yakni UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Artinya, ketiga UU ini, ada pasal-pasal yang dinilai menghambat kemudahan berusaha dan investasi bakal direvisi/diubah atau dihapus melalui RUU Cipta Kerja. Baca Juga: Pemerintah: RUU Cipta Kerja Murni Ciptakan Lapangan Kerja

 

Jika ditelisik, semangat meningkatkan iklim investasi dan perluasan kesempatan/lapangan kerja belum diimbangi upaya peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh. Wajar, sejak awal organisasi serikat buruh hingga kini menolak tegas materi muatan RUU ini. Hal ini terlihat dalam RUU Cipta Kerja cenderung lebih merugikan buruh/pekerja dibandingkan regulasi sebelumnya. Misalnya, dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ada puluhan pasal dicabut/dihapus atau diubah lewat RUU Cipta Kerja ini.

 

Salah satu pasal krusial di RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh/pekerja terkait pengupahan. Ada beberapa pasal terkait pengupahan dalam UU Ketenagakerjaan yang dihapus atau diubah dalam RUU Cipta Kerja. Pasal-pasal yang dihapus, seperti Pasal 89, 90, 91, 96, 97 UU Ketenagakerjaan. Sedangkan pasal-pasal yang diubah seperti, Pasal 78, 79, 88A, 88B, 88C, 88E, 90A, 90B, 92A, 93, 94, 95, 98 UU Ketenagakerjaan.    

 

Perubahan mendasar mengenai konsep pengupahan juga masuk dalam RUU Cipta Kerja. Dalam Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, prinsip/konsep pengupahan diarahkan untuk melindungi buruh/pekerja demi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sementara konsep pengupahan dalam RUU Cipta Kerja didasarkan pada kesepakatan atau peraturan perundang-undangan baik upah minimum provinsi/kabupaten/kota yang ditetapkan oleh gubernur ataupun kebijakan pengupahan nasional yang ditetapkan pemerintah pusat melalui peraturan pemerintah (PP).

 

Hukumonline.com

 

Aturan itu berimplikasi menghapus sebagian kewenangan Menteri Ketenagakerjaan untuk menerbitkan keputusan yang bersifat mengatur, seperti komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL); tata cara penangguhan pembayaran upah minimum; penyusunan struktur dan skala upah bagi perusahaan; seperti diatur Pasal 89 ayat (4) jo Pasal 90 ayat (3) jo Pasal 92 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.                

 

Jika melihat Pasal 93 UU Ketenagakerjaan dikenal beragam jenis upah, seperti upah minimum provinsi/kabupaten/kota dan sektoral; upah lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan; upah menjalankan hak waktu istirahat kerjanya (upah cuti), dan lain-lain. Melalui beberapa jenis upah itu, pemerintah berupaya menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh guna memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait