Perusahaan Perlu Antisipasi Fraud yang Timbul Akibat Penyederhanaan Regulasi
Utama

Perusahaan Perlu Antisipasi Fraud yang Timbul Akibat Penyederhanaan Regulasi

Perusahaan dapat menggunakan investigasi metode forensik digital untuk mengusut pelanggaran yang dilakukan karyawan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Amien Sunarjadi (nomor dua dari kiri) dalam diskusi di Jakarta, Kamis (5/3). Foto: RES
Amien Sunarjadi (nomor dua dari kiri) dalam diskusi di Jakarta, Kamis (5/3). Foto: RES

Tindakan kecurangan dan perbuatan melawan hukum –lazim disebut fraud oleh oknum karyawan selalu berisiko terjadi pada perusahaan. Bentuk tindakan fraud sangat beragam, mulai dari pemalsuan laporan keuangan, pemberian data palsu, penyalahgunaan data perusahaan hingga penggelapan aset perusahaan. Pada umumnya, fraud dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Guna mencegah fraud, perusahaan perlu menerapkan standar operasional prosedur (SOP). SOP yang jelas dapat menutupi celah bagi karyawan melakukan tindakan fraud. Head of Forensics & Fraud Investigations AHP Law Firm, Amien Sunaryadi, berpendapat risiko fraud berupa penyuapan dan jenis korupsi lain semakin terbuka lebar ketika ada penyederhanaan regulasi. Simplifikasi regulasi membuka banyak celah penyimpangan.

Amien mencontohkan risiko kejahatan keuangan yang berpotensi terjadi setelah Omnibus Law diberlakukan. “Dengan ada omnibus law, yang membuat proses cepat dan seakan-akan semua aturan dilonggarkan, maka ini bisa menjadi risiko (fraud--red),” jelas Amien dalam diskusi panel bertajuk ‘Prevention and Handling of Fraud in Companies to Improve Climate’ di Jakarta, Kamis (5/3).

(Baca juga: Perbankan Digrogoti Fraud dari Dalam).

Dia melanjutkan bahwa proses pemeriksaan atau investigasi oleh penegak hukum di Indonesia masih acapkali keliru saat menangani kejahatan keuangan. Hal paling utama yang harus dilakukan adalah menginvestigasi aliran dana dari hasil kejahatan tersebut (follow the money). Ia mengkritik penegak hukum di Indonesia yang lebih mengutamakan pemanggilan tersangka atau saksi dibandingkan menginvestigasi terlebih dahulu kejahatan yang dilakukan dan menelusuri hasil kejahatannya.

“Standar internasional itu tahapannya pelacakan, penangkapan dan terakhir interview. Sebagian penegak hukum tidak paham financial crime sehingga interview terlebih dahulu daripada investigasi, ini prkatik yang salah. Di banyak negara segala teknik tersebut (investigasi) dilakukan baru panggil orang,” jelas Amien.

Amien juga menjelaskan investigasi dengan menggunakan metode forensik digital. Metode ini memerlukan sumber daya manusia yang andal karena kompleksitas dan kerumitan pemeriksaan yang dilakukan. Salah satu contoh kasus yang sempat mencuri perhatian publik adalah Panama Pappers. Untuk membongkar fraud dalam kasus ini, pihak berwenang harus menginvestigasi hingga dua jutaan transaksi.

Dalam konteks kerumitan perkara, seorang investigator forensik digital harus memiliki keahlian memeriksa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. “Makanya perlu tools data analytical. Ini perlu biaya yang mahal,” jelas Amien.

Tags:

Berita Terkait