Banyak Dikritik, Pemerintah Berhak Menarik RUU Cipta Kerja
Berita

Banyak Dikritik, Pemerintah Berhak Menarik RUU Cipta Kerja

Pemerintah seharusnya menyadari kekeliruan sejak proses penyusunan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi demo buruh. Foto: HOL
Ilustrasi demo buruh. Foto: HOL

Pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Cipta Kerja, bagian dari Omnibus Law, ke DPR. Sebelum dibahas bersama DPR dan Pemerintah, RUU ini sudah dikritik banyak kalangan, baik mengenai prosedur penyusunan maupun substansi yang diatur. Sejauh ini, substansi yang dikritik berkaitan dengan hubungan industrial, lingkungan hidup, peraturan delegasi. Banyaknya substansi yang dipersoalkan mendorong sebagian kalangan mengusulkan agar draf yang sudah ada ditarik kembali untuk diperbaiki kembali.

Salah satunya datang dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). “Presiden Jokowi menghentikan proses pembahasan dan menarik kembali RUU Cipta Kerja yang telah diserahkan kepada DPR,” ujarDeputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar melalui keterangan tertulis kepada hukumonline, Jumat (6/3).

ELSAM berpandangan, permasalahan dalam pembuatan kebijakan publik soal rendahnya pengetahuan pengambilan kebijakan dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya. Walhassil, kebijakan publik di Indonesia acapkali tak efektif, bahkan menimbulkan kontroversi dan melanggar hak konstitusional warga negara.

Produk perundang-undangan lainnya tak mempresentasikan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Sebaliknya, hanya memuaskan keinginan pemerintah dan pelaku bisnis semata. Alih-alih mewujudkan masyarakat sejahtera secara merata, proses pembentukan dan substansi RUU Cipta Kerja menunjukkan arah sebaliknya. RUU ini sangat berorientasi pada ekonomi.

Wahyudi menambahkan RUU Cipta Kerja memberikan hak istimewa dan perlindungan terhadap berbagai upaya pengmbangan usaha iklim investasi oleh para pelaku bisnis. RUU malah berpotensi membatasi hak konstitusional warga negara, pekerja, masyarakat adat, merusak lingkungan sumber daya alam. “Melanggengkan konflik agraria,” ujarnya.

(Baca juga: Plus-Minus Omnibus Law Cipta Kerja di Mata Advokat).

Wahyudi khawatir bila dipaksakan, RUU ini akan bakal berdampak buruk terhadap perlindungan hak warga negara. Pertama, RUU Cipta Kerja menghapus Pasal 93 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur cuti khusus atau izin. Misalnya cuti khusus kepentingan menikah, isteri melahirkan/keguguran kandungan, atau izin tak masuk kerja saat haid hari pertama bagi perempuan. Kalangan pekerja menganggap RUU Cipta Kerja justru merugikan meskipun, sebaliknya, Pemerintah menganggap RUU ini menguntungkan para pekerja.

RUU Cipta Kerja mengatur bahwa upah tidak dibayar apabila buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun pengusaha tetap harus membayar upah jika pekerja tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan, ada kegiatan lain di luar atas persetujuan pengusaha, dan pengusaha tidak menyediakan pekerjaan seperti yang dijanjikan sementara pekerja bersedia melakukan pekerjaan tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait