938 DIM Rampung dalam 10 Hari, Pembahasan RUU Minerba Dipertanyakan
Berita

938 DIM Rampung dalam 10 Hari, Pembahasan RUU Minerba Dipertanyakan

Selain terdapat potensi pelanggaran terhadap UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, IRESS melihat adanya motif perburuan rente dalam proses yang begitu cepat.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Pemerintah dan DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) pembahasan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 pada 13 Februari 2020 lalu. Dalam waktu 10 hari, Panja selesai membahas 938 daftar inventarisasi Masalah (DIM) yang sebelumnya telah disepakati. Wakil Ketua Tim Panja RUU Minerba Komisi VII DPR yang juga merupakan Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menegaskan hal tersebut dengan menyebutkan bahwa hingga saat ini, RUU Minerba adalah produk tercepat yang dihasilkan DPR.

 

"Sampai hari ini, RUU Minerba merupakan produk UU DPR tercepat. Kami selesai membahas 938 DIM pada Kamis malam", ujar Sugeng kepada wartawan sehari pasca pembahasan DIM RUU Minerba rampung, Jumat (28/2) lalu.

 

Direktur Indonesia Resourcess Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai langkah cepat DPR dalam merampungkan pembahasan DIM RUU Minerba merupakan rangkaian dari upaya untuk merubah peraturan perundang-undangan di sektor mineral dan batu bara (minerba). Indikasi tersebut menurut Marwan menguat dengan gelagat Pemerintah dan DPR yang hendak melakukan perubahan sekaligus terhadap RUU Minerba, Perubahan ke 6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, dan RUU Cipta Kerja sector minerba.

 

“Namun, saat ini perubahan sedang difokuskan membahas RUU Perubahan UU No.4/2009 agar dapat diundangkan pada April 2020,” ujar Marwan dalam keterangannya kepada hukumonline, Senin (9/3).

 

Marwan mempertanyakan proses pembahasan RUU Minerba yang sangat cepat tersebut. Selain terdapat potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dia melihat adanya motif perburuan rente dalam proses yang begitu cepat. Meski diakui bahwa status RUU minerba merupakan RUU yang di carry over dari DPR periode 2014-2019, namun percepatan proses ini dipandang tidak normal. “Biasanya pembahasan DIM suatu RUU bisa berbulan-bulan atau bahkan beberapa tahun,” ujar Marwan.

 

Ia menilai muara dari percepatan proses pembahasan ini adalah pemberian akses perpanjangan otomatis dengan luas wilayh kerja yang sama dengan wilayah kerja saat ini, terhadap 7 Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang kontraknya berakhir dalam satu hingga tiga tahun mendatang. Hal ini menurut Marwan bertentangan dengan ketentuan UU Minerba eksisting.

 

(Baca: Revisi UU Minerba Berpotensi Tumpang Tindih dengan RUU Omnibus Law)

 

Sesuai ketentuan UU Minerba saat ini, Kontraktor PKP2B tidak berhak memperoleh perpanjangan kontrak secara otomatis. Seluruh wilayah kerja (WK) tambang yang tadinya dikelola kontraktor harus dikembalikan kepada negara, dan seharusnya diserahkan kepada BUMN. Di samping itu, seandainya pun para kontraktor memperoleh perpanjangan, setelah melalui proses tertentu maka luas WK operasi produksinya dibatasi maksimal 15.000 hektar.

Tags:

Berita Terkait