Perlukah Medium Term Notes Diatur OJK?
Kolom

Perlukah Medium Term Notes Diatur OJK?

​​​​​​​Seharusnya MTN diatur dan diawasi oleh OJK karena perlunya menyaring sebaik mungkin penerbit MTN beserta MTN yang diterbitkan.

Bacaan 2 Menit
Muhammad Alpian Ramli. Foto: Istimewa
Muhammad Alpian Ramli. Foto: Istimewa

Surat utang jangka menengah atau yang lebih populer disebut Medium Term Notes (“MTN”) merupakan salah satu sumber pembiayaan yang banyak diminati perusahaan yang sedang membutuhkan pendanaan. Instrumen keuangan ini dapat dikatakan sebagai ‘jalan pintas’ bagi perusahaan yang ingin mendapatkan pendanaan dengan cepat dikarenakan proses penerbitannya yang relatif lebih sederhana dibandingkan proses penerbitan surat utang lainnya seperti obligasi.

 

Sebagai contoh, penerbitan MTN umumnya tidak diwajibkan untuk melaporkan atau melakukan pendaftaran ke Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”). Namun akhirnya pada tanggal tanggal 29 November 2019, OJK membuat payung hukum terkait penerbitan MTN dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 30/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang Dan/Atau Sukuk Yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (“POJK 30/2019”).

 

Selain MTN, contoh bentuk atau nama Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang dilakukan tanpa melalui penawaran umum (“EBUS”) lainnya yang juga diatur dengan POJK 30/2019 ini adalah MTN syariah, long term notes, dan obligasi surat berharga perpetual. Namun pada kesempatan kali ini, tulisan ini secara khusus akan membahas penerbitan MTN berdasarkan POJK 30/2019.

 

Disebutkan di dalam bagian Penjelasan POJK 30/2019, latarbelakang peraturan ini dibuat adalah karena belum adanya payung hukum yang mengatur secara spesifik mengenai penerbitan EBUS yang dilakukan tanpa penawaran umum serta bertujuan untuk melindungi pemodal, konsumen, atau masyarakat. Memang tampaknya kepercayaan masyarakat terhadap pasar surat utang sempat terganggu dengan adanya beberapa kasus gagal bayar MTN.

 

Salah satu contoh kasus yang sempat ramai adalah gagal bayarnya MTN yang diterbitkan oleh suatu perusahaan pembiayaan. Kasus ini menjadi ramai lantaran MTN yang diterbitkan tetap saja mengalami gagal bayar walaupun sudah mendapatkan peringkat (rating) yang baik dari lembaga pemeringkat serta telah dilakukannya audit laporan keuangan oleh kantor akuntan publik ternama.

 

Beberapa ketentuan penting di dalam POJK 30/2019 yang akan mulai berlaku per 1 Juni 2020 ini sedikit banyak akan mengubah praktik prosedur penerbitan MTN yang selama ini dilakukan. Pertama, penerbitan MTN yang sebelumnya tidak diwajibkan untuk dilaporkan atau didaftarkan ke OJK, dengan adanya POJK 30/2019 maka dokumen penerbitan MTN wajib disampaikan ke OJK oleh penerbit MTN atau penata laksana penerbitan yang bertindak untuk dan atas nama penerbit. Dokumen penerbitan yang disampaikan ke OJK berisi paling tidak (i) surat pengantar atas penerbitan MTN dan (ii) memorandum informasi.

 

Kemudian, setelah dokumen penerbitan disampaikan ke OJK, penerbitan MTN wajib dilakukan dalam jangka waktu sampai dengan 30 (tiga puluh) hari. Setelah dilakukannya penerbitan MTN, laporan hasil penerbitan MTN tersebut wajib disampaikan pula kepada OJK paling lambat lima hari kerja dalam bentuk dan isi sesuai format yang telah ditentukan di dalam POJK 30/2019. Karena dilakukan tanpa penawaran umum, tidak ada pernyataan pendaftaran yang perlu disampaikan kepada OJK yang harus menjadi efektif layaknya penerbitan obligasi dengan penawaran umum. Selain itu, MTN hanya dapat dijual kepada pemodal profesional yaitu pihak yang memiliki kemampuan untuk membeli efek dan melakukan analisis risiko terhadap investasi atas efek tersebut.

Tags:

Berita Terkait