Kedudukan Sepeda Listrik dalam Hukum Positif di Indonesia
Kolom

Kedudukan Sepeda Listrik dalam Hukum Positif di Indonesia

​​​​​​​Sepeda listrik yang dikelompokkan sebagai kendaraan tidak bermotor merupakan solusi sementara agar tetap terciptanya kepastian hukum bagi para pengguna sepeda listrik.

Bacaan 2 Menit
Bingah Amarwata Sujana. Foto: Istimewa
Bingah Amarwata Sujana. Foto: Istimewa

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, kendaraan dibagi menjadi tiga, yaitu kendaraan bermotor, kendaraan bermotor listrik berbasis listrik, dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor merupakan setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain dari kendaraan yang berjalan di atas rel (Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan).

 

Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (selanjutnya disingkat KBL berbasis baterai) merupakan kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar (Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan).

 

Kendaraan tidak bermotor merupakan setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan ( Pasal 1 angka 9 UU LLAJ; Pasal 1 angka 3 PP Kendaraan). Pembagian kendaraan menjadi tiga jenis ini dilakukan untuk mempermudah dua hal, yaitu untuk memudahkan identifikasi kendaraan, dan untuk memudahkan pengelompokkan hak dan kewajiban hukum bagi masing-masing jenis kendaraan.

 

Seiring perkembangan teknologi, baik kendaraan tidak bermotor maupun kendaraan bermotor terus berkembang dan pembaharuan. Sebagai contoh, pada kendaraan bermotor, sepeda motor dan mobil yang pada mulanya menggunakan bensin untuk bahan pembakaran kini tersedia pula pilihan yang menggunakan energi listrik sebagai sumber penggerak. Pada kendaraan tidak bermotor, sepeda yang awalnya murni bergantung pada tenaga manusia sebagai penggerak, kini tersedia pilihan sepeda listrik (electric bike/e-bike) yang menggabungkan energi listrik dan tenaga manusia sebagai penggerak.

 

Salah satu inovasi dalam moda transportasi, yaitu sepeda listrik, tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan sepeda biasa. Bentuk dan ukuran sepeda listrik masih mengadopsi sepeda pada umumnya, pun sepeda listrik masih menggunakan pedal serta tenaga manusia sebagai penggerak utama. Namun terdapat tiga karakteristik yang membedakan sepeda listrik dengan sepeda pada umumnya ( Derek Chisholm dan Justin Healy, ‘Middle modalism: The proliferation of e-bikes and implication for planning and urban design,’ dalam Rachel Berney (ed.), Bicycle Urbanism: Reimagining Bicycle Friendly Cities, New York: Routledge, 2018, hlm. 97).

 

Pertama, sepeda listrik dilengkapi baterai yang dapat diisi ulang dengan daya 250-1000 watt dan motor listrik. Kedua, baterai listrik dan motor listrik tersebut dapat digunakan sebagai tenaga pembantu dalam mengayuh (electric pedal-assist) dan/atau sebagai penggerak utama (throttle) untuk sementara waktu. Ketiga, kecepatan rata-rata yang dapat ditempuh sepeda listrik adalah 25 km/jam, dan untuk beberapa jenis dapat mencapai kecepatan puncak 80 km/jam.

 

Mobil listrik dan sepeda motor listrik dapat digolongkan sebagai KBL berbasis baterai. Namun, bagaimana kedudukan sepeda listrik dalam hukum positif di Indonesia? Apakah termasuk kendaraan tidak bermotor atau KBL berbasis baterai? Apakah sepeda listrik yang dilengkapi baterai dan motor listrik masih dapat digolongkan sebagai kendaraan tidak bermotor?

Tags:

Berita Terkait