Cegah Corona, Harus Ada Jaminan Kesehatan bagi Tahanan
Berita

Cegah Corona, Harus Ada Jaminan Kesehatan bagi Tahanan

Kebijakan MA yang tidak menunda proses persidangan perkara pidana dinilai tak sejalan dengan kebijakan institusi lain dalam upaya mencegah penyebaran virus corona di rutan, lapas, LPKA, dan pengadilan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Pengecekan dan pemeriksaan suhu tubuh setiap pengunjung di PN Jakarta Pusat untuk mencegah penyebaran virus corona. Foto ilustrasi: RES
Pengecekan dan pemeriksaan suhu tubuh setiap pengunjung di PN Jakarta Pusat untuk mencegah penyebaran virus corona. Foto ilustrasi: RES

Meningkatnya penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang sudah ditetapkan sebagai pandemi global berdampak pada berbagai aspek. Tak terkecuali pada nasib warga binaan/tahanan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) meminta perhatian serius tentang perlunya jaminan perlindungan warga binaan agar terhindar dari virus corona.

 

Salah satu anggota KPP, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independen Peradilan (LeIP) Liza Farihah menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara yang terpapar pandemi corona. Per 16 Maret 2002 terdapat 134 kasus positif corona berdasarkan data Kementerian Kesehatan. Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu dari delapan provinsi yang paling rawan tingkat persebaran corona ini.  

 

Dia menilai minimnya perhatian terhadap para tahanan menimbulkan risiko penularan virus corona bagi seluruh penghuni lapas, rutan, atau tahanan yang sedang dalam pemeriksaan di persidangan termasuk petugas dan aparat penegak hukumnya. “Perlu melindungi tahanan di rutan dan lapas guna pemenuhan hak kesehatannya,” ujar Liza di Jakarta, Rabu (18/3/2020). Baca Juga: Dampak Corona, Sidang Perkara Pidana Tetap Berjalan

 

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Oky Wiratama Siagian mengatakan hakim, jaksa, polisi, dan panitera merupakan aparat yang cukup intensif berinteraksi dengan para tahanan dalam persidangan dalam jarak dekat dan kontak fisik. Kondisi ini rentan terjadi penularan/penyebaran virus corona di pengadilan.    

 

Belum lagi, kondisi rutan dan lapas di Indonesia yang kerap mengalami over kapasitas, dimana lapas/rutan sebagai tempat berkumpulnya narapidana/tahanan dalam jumlah melebihi ruangan tahanan. Hal ini tentu berdampak penyebaran Covid-19 dengan cepat. Meski Ditjen Pemasyarakatan telah menerapkan kebijakan membatasi jadwal kunjungan. Namun, kebijakan tersebut tak sejalan dengan perintah pengadilan yang tetap memanggil para tahanan untuk bersidang di pengadilan.

 

Menurutnya, Oky, kebijakan MA yang tidak menunda proses persidangan perkara pidana tak sejalan dengan kebijakan institusi lain untuk mencegah penyebaran virus corona. “Ini potensi penyebaran corona bisa membahayakan aparat penegak hukum dan para tahanan sendiri,” ujarnya.

 

Koordinator Penanganan Kasus LBH Masyarakat Muhammad Afif menilai kebijakan jaminan kesehatan para tahanan tak hanya tanggung jawab Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham, tetapi juga institusi lain, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung (MA). Atas dasar itu, KPP meminta MA segera menerbitkan kebijakan tentang penundaan persidangan bagi tahanan yang sedang dalam tahap pemeriksan di pengadilan.

Tags:

Berita Terkait