Perpanjang Masa Reses, DPR Dikritik
Berita

Perpanjang Masa Reses, DPR Dikritik

Karena masih dapat memanfaatkan teknologi di tengah pandemi Covid-19. Namun, rapat pembukaan masa sidang bakal dihadiri secara fisik oleh pimpinan alat kelengkapakan dewan dan fraksi, sebagian memanfaatkan teknologi informasi pada Senin 30 Maret 2020.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperpanjang masa reses dan menunda pembukaan Masa Sidang DPR RI sampai dengan tanggal 29 Maret 2020 akibat dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Sedianya, reses berakhir tanggal 20 Maret 2020 dan Senin 23 Maret 2020 Rapat Paripurna dimulainya Masa Persidangan III. Namun, perpanjangan masa reses dipandang tak tepat oleh sebagian kalangan.

 

Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Fajri Nursyamsi menilai perpanjangan masa reses berakibat terhentinya pelaksanaan fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi. Khusus di bidang legislasi, sejumlah pekerjaan rumah DPR sedemikian banyak. Apalagi, 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020 telah menanti pembahasannya.

 

PSHK menilai keputusan DPR memperpanjang masa reses tidak tepat berdasarkan tiga hal. Pertama, DPR sebenarnya masih dapat menjalankan pekerjaannya di tengah pandemi Covid-19 termasuk menggelar rapat paripurna pembukaan masa sidang III sekalipun dengan menggelar rapat secara daring (online). Seperti halnya masyarakat Indonesia yang diimbau agar bekerja di rumah dengan memanfaatkan teknologi informasi guna mencegah penyebaran wabah Covid-19.

 

Kedua, perpanjangan masa reses tidak berarti dimaknai libur kerja. Bagi Fajri, masa reses mengharuskan anggota DPR kembali ke daerah pemilihan menemui konstituen untuk menyerap aspirasi. Apalagi, selain wabah Covid-19 mulai masuk ke sejumlah daerah, perekonomian nasional pun makin terkena dampaknya. Karena itu, aspirasi masyarakat menjadi penting diserap di tengah kondisi tak menentu yang menuntut DPR tetap aktif.  

 

Ketiga, DPR menjadi lembaga negara yang sedang diperlukan perannya dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, khususnya untuk menjadi mitra pemerintah dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Karena itu, diperlukan kerja sama yang intens antara pemerintah dan DPR dalam mengatasi penyebaran Covid-19.

 

“Tak ada alasan DPR tak bekerja di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, anggaran DPR periode 2019-2024 mencapai Rp5 triliun, semestinya secara kelembagaan DPR mampu mendukung anggotanya untuk tetap menjalankan fungsinya,” ujar Fajri dalam keterangannya yang diterima Hukumonline, Kamis (26/3/2020). Baca Juga: DPR Minta Pemerintah Percepat Penanganan Virus Corona

 

Baginya, praktik bekerja di kediaman masing-masing anggota DPR dan saling menghubungkan diri dengan perangkat teknologi seharusnya dimaknai sebagai penghematan anggaran. “Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, masa reses tidak berarti libur atau terlepas dari tugasnya sebagai anggota DPR,” kritiknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait