Perppu dan Polemik Pilihan Kebijakan Pemerintah Menghadapi Covid-19
Utama

Perppu dan Polemik Pilihan Kebijakan Pemerintah Menghadapi Covid-19

Amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Presiden telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu ini diterbitkan pemerintah dalam rangka menghadapi situasi keuangan yang tidak menentu akibat penyebaran wabah Covid-19 yang tengah melanda dunia dan Indonesia salah satunya. 

 

Menurut Presiden, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia sedang menghadapi tantangan berat yang bukan hanya membawa masalah bagi kesehatan masyarakat tapi juga berimplikasi terhadap perekonomian. Diakui Presiden, Perppu ini menjadi landasan bagi otoritas untuk melakukan sejumlah langkah luar biasa selama menghadapi ketidaktentuan perekonomian dalam negeri. 

 

“Perppu memberikan fondasi bagi pemerintah, bagi otoritas perbankan, dan bagi otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan,” ujar Presiden Joko Widodo, Selasa (31/3), di Istana Bogor.

 

Direktur eksekutif Kolegium Jurist Institute Ahmad Redi menilai, keputusan Presiden menerbitkan Perppu merupakan langkah yang sudah seharusnya diambil. Menurut Redi dengan adanya Perppu, Presiden memiliki mekanisme untuk mereposisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam rangka mengadapi ancaman ekonomi akibat penyebaran Covid-19.

 

“Jadi politik hukum anggaran itu kalau serius saya kira banyak uang dari APBN yang bisa digunakan untuk menyelamatkan kehidupan manusia,” ujar Redi kepada hukumonline, Selasa (31/3).

 

Menurut Redi, selain alokasi keuangan yang diatur dalam Perppu No. 1 Tahun 2020, kebijakan relaksasi terhadap defisit APBN yang diperkirakan mencapai 5,07 persen dari angka sebelumnya sebesar 3 persen memberi ruang bagi Pemerintah untuk berakrobat memperbaiki defisit anggaran yang ada. 

 

(Baca: Presiden Terbitkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, Begini Isinya!)

 

Sebagaimana dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa pemerintah membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen. Namun, Presiden berjanji kebijakan relaksasi ini hanya akan berlangsung selama 3 tahun. Untuk tahun 2020, tahun 2021, dan tahun 2022. Setelah itu, defisit fiskal akan kembali didisiplinkan maksimal 3 persen di tahun 2023. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait