Beragam Harapan terhadap Ketua MA Baru
Berita

Beragam Harapan terhadap Ketua MA Baru

Beberapa tugas berat atau pekerjaan rumah telah menunggu untuk disikapi ketua MA baru.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Suasana pemilihan ketua MA yang juga digelar secara live streaming di ruang Kusumah Atmadjah Gedung MA, Senin (6/4). Melalui pemilihan dua putaran, M. Syarifuddin terpilih menjadi Ketua MA periode 2020-2025. Foto: RES
Suasana pemilihan ketua MA yang juga digelar secara live streaming di ruang Kusumah Atmadjah Gedung MA, Senin (6/4). Melalui pemilihan dua putaran, M. Syarifuddin terpilih menjadi Ketua MA periode 2020-2025. Foto: RES

Hakim Agung Muhammad Syarifuddin akhirnya terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) periode 2020-2025 menggantikan M. Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. Pemilihan ketua MA yang digelar di ruang Kusumah Atmadjah ini berlangsung dua putaran. Syarifuddin yang menjadi ketua MA ke-14 ini unggul di putaran pertama dan kedua. Dalam putaran kedua, Syarifuddin mendapat 32 suara unggul dari Andi Samsan Nganro yang mendapat 14 suara.  

 

Beragam tantangan dan tugas berat menanti dan disikapi ketua MA baru terutama beragam persoalan di dunia peradilan yang belum teratasi selama 8 tahun kepemimpinan Ketua MA M. Hatta Ali. “Beberapa tugas berat telah menunggu untuk disikapi ketua MA baru,” ujar Advokat TM Lutfi Yazid dalam keterangannya yang diterima Hukumonline, Senin (6/4/2020). Baca Juga: Muhammad Syarifuddin Pimpin MA

 

Lutfi mengatakan ada beberapa harapan terhadap ketua MA baru yang mungkin juga menjadi harapan publik. Pertama, Ketua MA M Syarifuddin harus melanjutkan reformasi dunia peradilan melalui Blue Print Pembaruan Peradilan 2010-2035. Reformasi ini mencakup intergritas personal para hakim ataupun kelembagaan.

 

Menurutnya, integritas personal hakim menyangkut integritas pribadi dan kapabilitas. Integritas adalah persoalan yang sangat fundamental dalam pembaruan dunia peradilan. Dia mengutip pandangan Pitlo, “Sesungguhnya norma-norma atau aturan hukum itu, hanyalah tumpukan benda-benda mati dan karenanya tergantung kepada hakimnya.”

 

“Itu sebabnya yang utama dituntut dari seorang hakim adalah integritas dulu, baru kapabilitas. Seorang hakim dituntut bukan hanya memiliki kapabilitas membaca teks-teks hukum (legal text), menguasai teknik-teknik hukum, namun juga harus sanggup menggali jiwa keadilan (essence of justice),” kata mantan Anggota Kelompok Kerja MA (2006-2009) untuk penyusunan Perma No 1/2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini.

 

Namun, tentu saja tidak cukup syarat integritas dan kapabilitas saja, melainkan harus ditambah dengan kearifan (wisdom). Seorang hakim yang memiliki integritas, kapabilitas, dan wisdom inilah yang sanggup mendistribusikan keadilan sesuai amanat Sila Kelima Pancasila "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".

 

Kedua, M Syarifuddin diharapkan memiliki kemampuan manajerial termasuk meningkatkan kualitas para hakim yang jumlahnya sekitar 8.000-an lebih di seluruh Indonesia. Bagaimana Ketua MA dapat melahirkan hakim-hakim yang bersih, jujur dan amanah. Catatan gelap dunia peradilan di masa lalu, seperti pernah ditulis Sabastian Pompe berjudul The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse (Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung) harus dikubur dan tak boleh terulang kembali.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait