Penjelasan Hukum Soal Polemik Iuran BPJS Kesehatan Pasca Putusan MA
Berita

Penjelasan Hukum Soal Polemik Iuran BPJS Kesehatan Pasca Putusan MA

Polemik ini tidak lepas karena proses uji materi MA bersifat tertutup, sehingga mempengaruhi sikap para pihak menerjemahkan putusan tersebut.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES

Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menimbulkan pertanyaaan publik saat ini. Hal ini karena BPJS Kesehatan masih memberlakukan tarif baru bagi peserta kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau mandiri sebesar Rp 160 ribu. Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan kenaikan tarif tersebut setelah mengabulkan uji materi atau judicial review atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

 

MA membatalkan aturan kenaikan iuran BPJS bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang telah berlaku sejak 1 Januari 2020 seperti tercantum dalam Pasal 34 ayat (1), (2) Perpres No. 75 Tahun 2019. Pasal itu memuat rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan iuran PBPU dan BP untuk kategori Kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42.000. Kemudian peserta Kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000 dan peserta Kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000.

 

Mengutip artikel hukumonline sebelumnya, MA menyatakan putusan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini seharunya berlaku sejak tanggal diputuskan pada 27 Februari 2020 atau tidak berlaku surut. Karena itu, masyarakat yang sudah membayar iuran sejak tanggal 1 Januari 2020 hingga sebelum ada putusan ini tetap mengacu Perpres No. 75 Tahun 2019.

 

Namun, pada periode pembayaran iuran Maret 2020, BPJS Kesehatan masih memberlakukan tarif baru tersebut atau mengacu Perpres 75/2019. BPJS Kesehatan menyatakan belum membatalkan kenaikan iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) karena masih menunggu pemerintah mengubah ketentuan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 (Perpres 75/2019) atau Keputusan MA berlaku hingga 91 hari.

 

(Baca: Pasca Putusan MA, Aturan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Harus Dievaluasi)

 

Kondisi ini tentunya menjadi pertanyaan bagi publik karena masih membayar iuran dengan tarif mahal. Lantas bagaimana penjelasan hukumnya?

 

Ahli Hukum Tata Negara dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menjelaskan polemik ini tidak lepas karena proses uji materi MA bersifat tertutup, sehingga mempengaruhi sikap para pihak menerjemahkan putusan tersebut. Menurutnya, seharusnya proses uji materi di MA dilakukan secara terbuka dengan memanggil para pihak.

 

“Ada perbedaan judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi) dan MA. (Di MK) selain terbuka dan semua pihak termohon dan pemohon hadir, juga bisa didengar penejelasannya. Sedangkan MA hanya pengujian berkas. Ini memengaruhi sikap para pihak menerjemahkan putsan MA. Lalu, ini bukan pertama kali putusan MA menimbulkan tanda tanya, kalau masih ingat sebelumnya ada Permenhub soal taksi online (bolak-balik dicabut MA),” jelas Bayu saat dihubungi hukumonline, Senin (6/4).

Tags:

Berita Terkait