Perppu Sistem Stabilitas Keuangan Dinilai ‘Amputasi’ Fungsi Anggaran DPR
Berita

Perppu Sistem Stabilitas Keuangan Dinilai ‘Amputasi’ Fungsi Anggaran DPR

Dinilai ada dua kesalahan yakni Perppu dianggap masuk wilayah pengaturan bersifat kongkrit dan spesifik serta rumusan Pasal 28, semestinya bersifat pengecualian, bukan pembatalan terhadap pasal-pasal tertentu.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 juga berdampak pada fungsi anggaran DPR anggaran. Sebab, Perppu itu dianggap memanggas sebagian fungsi anggaran DPR.   

 

Misalnya, kewenangan menentukan defisit, besaran belanja wajib, menggeser anggaran, menerbitkan surat utang, memberi pinjaman, menetapkan anggaran dari luar negeri, hingga memberi hibah ke pemda tanpa melibatkan DPR. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Perppu 1/2020 yang mengatur sejumlah kewenangan/hak keuangan negara yang semestinya juga melibatkan DPR. Pernyataan itu disampaikan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Aboe Bakar Alhabsyi.

 

“Semua bisa diatur sendiri oleh pemerintah tanpa melibatkan DPR. Lantas buat apa kita membahas kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan, sementara semua kewenangan itu sekarang diambil alih oleh pemerintah,” ujarnya, Selasa (7/4/2020). Baca Juga: Perppu Stabilitas Sistem Keuangan Dinilai Rawan Disalahgunakan

 

Selain itu, Perppu memangkas kewenangan DPR dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). Sejumlah pasal ditiadakan, seperti Pasal 177 huruf c angka 2; Pasal 180 ayat (6); dan Pasal 182. Kata lain, kata Aboe, DPR tak lagi memilikikewenangan membahas penyesuaian Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan.

 

Padahal kewajiban APBN yang disetujui DPR terperinci sampai unit organisasi, fungsi, dan program yang semula mengikat pemerintah. Termasuk kewenangan pengaturan penyesuaian ekonomi makro dalam Pasal 182 UU MD3 pun dihapus. “Ini menunjukkan banyak sekali kewenangan budgeting DPR yang dipangkas oleh Perppu No. 1 Tahun 2020 tersebut.”

 

Anggota Komisi III DPR itu menyadari situasi darurat kesehatan masyarakat berdampak terhadap berbagai aspek ekonomi. Meski mendukung langkah pemerintah dalam mengatasi berbagai hal di tengah pandemi Covid-19, namun semestinya tak harus memangkas kewenangan anggaran lembaga legislatif. “Tentunya tidak dengan cara seperti ini, bukan dengan cara by pass parlemen, namun duduk bareng dengan DPR dan kita berikan dukungan terbaik untuk rakyat,” lanjutnya. 

 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengingatkan agar DPR mengoptimalkan perannya sebagai penyeimbang dan pengawas pemerintah meski di tengah darurat kesehatan. Dia juga mengingatkan semua pihak mengawasi jalannya penerapan Perppu 1/2020 agar tidak terjadi penyelewenangan kewenangan. “Jangan sampai ada ‘penumpang gelap’ yang memanfaatkan situasi dan menggarong keuangan negara, seperti kasus BLBI. Kita sudah pernah punya pengalaman pahit saat uang negara dirampok oleh segelintir orang,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait