Ramai-ramai Tolak Pembahasan Revisi UU Minerba di Saat Darurat Corona
Berita

Ramai-ramai Tolak Pembahasan Revisi UU Minerba di Saat Darurat Corona

‘Ngototnya’ DPR dan Pemerintah membahas Revisi UU Minerba lebih mengenai pasal ketentuan peralihan tentang kepastian hukum bagi PKP2B dan KK yang akan berakhir.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Kelanjutan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara menuai polemik. Sebagian kalangan menilai draft RUU ini masih menyimpan sejumlah persoalan, baik dari aspek formil maupun materiil. Draft Revisi UU Minerba dipandang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi, dan ketentuan UUD 1945.

 

Penolakan terhadap kelanjutan pembahasan Revisi UU Minerba kembali mengemuka setelah beberapa waktu lalu beredar undangan rapat Anggota Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perindustrian, dan Menteri Keuangan. Surat tertanggal 1 April 2020 tersebut mengagendakan Pembicaraan Tingkat 1/Pengambilan Keputusan Revisi UU Minerba. 

 

Pengambilan keputusan Revisi UU Minerba yang menurut surat tersebut sedianya akan dilaksanakan Rabu (8/4), kemudian ditunda setelah Kementerian ESDM mengirimkan surat permohonan penundaan Rapat Kerja ke DPR terkait rencana pengambilan keputusan Revisi UU Minerba. 

 

“Dengan ini kami sampaikan bahwa saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan pembicaraan terkait Revisi UU Minerba dengan internal Kementerian yang akan dikoordinir oleh Menko Bidang Perekonomian dan sekaligus sedang fokus dalam penanganan penyebaran Covid-19,” demikian pertimbangan penundaan surat yang ditandatangani Sekertaris Jenderal KESDM Ego Syahrial, Jumat (3/4) yang lalu. 

 

Terkait desakan penolakan terhadap rencana pengesahan draft Revisi UU Minerba ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengatakan Revisi UU Minerba memiliki problem secara substansial dan formil. “Formil ini kan terkait proses dan tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Ada tata cara dan prosedur yang harus dilalui,” ujar Bisman saat dihubungi hukumonline, Selasa (7/4).

 

Menurut Bisman, ketika sebuah peraturan perundang-undangan didesain dengan tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan formil maka bisa dipastikan ketentuan tersebut tidak bisa diberlakukan karena inkonstitusional. Secara tegas, Bisman mengatakan pelanggaran ketentuan formil dalam pembahasan Revisi UU Minerba bahkan terjadi terhadap norma UUD 1945.

 

“Tidak dilibatkannya DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dalam proses pembahasan. Padahal itu jelas diatur dalam UUD dan keputusan MK,” ujar Bisman.

Tags:

Berita Terkait