Pasal 178 KUHP, Ancaman Pidana Jika Menolak Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19
Utama

Pasal 178 KUHP, Ancaman Pidana Jika Menolak Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19

Ada juga Fatwa MUI untuk pemakaman pasien meninggal yang beragam Islam.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemakaman jenazah pasien Covid-19. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemakaman jenazah pasien Covid-19. Ilustrator: BAS

Di beberapa daerah, warga menolak pemakaman korban positif Covid-19 di wilayah mereka. Alasannya, warga khawatir tertular virus mematikan itu. Namun penolakan itu dianggap berlebihan. Di Ungaran, Jawa Tengah, polisi menindak tiga orang yang diduga memprovokasi warga untuk menolak pemakaman pasien Covid-19 yang meninggal dunia di rumah sakit.

Dikutip dari Antara, ketiga orang tersangka memprovokasi puluhan warga sehingga warga menghalang-halangi petugas di jalan masuk taman pemakaman. “Sudah kami amankan tiga orang yang diduga memprovokasi warga untuk menolak pemakaman jenazah tersebut,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes (Pol) Budi Haryanto di Semarang, Sabtu (11/4).

Menghalang-halangi petugas yang akan melakukan pemakaman resmi secara hukum memang dapat dipidana. Aparat penegak hukum dapat menggunakan Pasal 178 KUHP. Daddy Fahmanadie, dosen hukum pidana Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin menegaskan bahwa dari segi ancaman hukumannya mungkin pasal ini terbilang ringan. Meskipun demikian legalitas pasal ini adalah delik biasa, bukan delik aduan. Aparat penegak hukum dapat langsung melakukan tindakan tanpa ada yang mengadu.

“Jika kejadiannya memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 178 KUHP, maka pelaku bisa saja dijerat. Tetapi, tetapi harus melihat pada niat dan perbuatan sebagai syarat untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang,” jelas akademisi yang biasa disapa Dedy itu.

Pasal 178 KUHP menyatakan: “Barang siapa yang dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi  jalan masuk atau pengangkutan mayat  ke kuburan yang diizinkan. diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah”. Pasal ini berada di bawah bab mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum. Rumusan ini ada padanannya dalam Nederland Wetboek van Strafrecht, yakni Pasal 148.

Ancaman pidana ini ditujukan (normaddressat) kepada ‘barang siapa’, atau ‘siapapun’. Bagian inti deliknya adalah ‘sengaja’, ‘merintangi atau menghalang-halangi’, dan ‘jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang diizinkan’.

(Baca juga: Perlindungan Hukum Bagi Dokter di Masa Pandemi Covid-19).

Dalam buku KUHP, R. Soesilo (1994: 149-150), mencatat perbuatan ini harus dilakukan dengan sengaja ‘merintangi’, artinya menghalang-halangi, sehingga pembawaan mayat itu tidak dapat berlangsung (verhideren). ‘Menyusahkan’ artinya mengganggu, sehingga meskipun pembawaan mayat itu dapat berlangsung, akan tetapi dengan susah payah (belemmeren). Selain itu dijelaskan Soesilo, pembawaan mayat itu harus tidak terlarang. Artinya pembawaan itu patut, diizinkan oleh aparat pemerintah. Bukan penguburan mayat secara gelap.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait