Memahami Akar Masalah Fenomena Gagal Bayar Koperasi Simpan Pinjam
Berita

Memahami Akar Masalah Fenomena Gagal Bayar Koperasi Simpan Pinjam

Penegakan hukum yang masih lemah dan literasi keuangan masyarakat yang rendah menjadi persoalan utama.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Industri perkoperasian nasional sedang menjadi sorotan publik saat ini. Hal ini berkaitan dari salah satu lembaga koperasi simpan pinjam Koperasi Indosurya Cipta (ISP) yang mengalami kegagalan bayar nasabah sehingga diajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dengan nomor perkara 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst.

 

Berdasarkan Sistem Informasi Pengadilan Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, permohonan tersebut didaftarkan oleh Tirta Adi Kusuma dengan menunjuk kuasa hukumnya, Andy Parlindungan S, di pengadilan pada Senin 6 Maret 2020 lalu.

 

Persoalan Indosurya Cipta ini semakin menambah daftar koperasi gagal bayar yang pernah terjadi di Indonesia. Sebelumnya, sudah ada beberapa KSP lain yang mengalami gagal bayar yaitu Koperasi Pandawa Mandiri, Koperasi CSI Madani Nusantara hingga Koperasi Hanson Mitra Mandiri. Kasus-kasus tersebut menyebabkan kerugian bagi masyarakat hingga triliunan rupiah.

 

Melihat persoalan ini, praktisi dan pengamat perkoperasian, Suroto menyatakan kegagalan bayar Indosurya merupakan sebuah fenomena gunung es karena terdapat koperasi-koperasi yang saat ini berisiko sama. Menurutnya, persoalan ini tidak lepas dari pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang lemah soal koperasi dan investasi.

 

Dia memperkirakan jumlah koperasi palsu atau quasi jumlahnya sangat besar. Dia juga mencatat jumlah koperasi di Indonesia sekitar 152 ribu dan yang bergerak di sektor simpan pinjam atau keuangan sekitar 80 ribu. “Dari total yang beroperasi sekitar 80-an ribu itu, menurut hasil riset random kami hanya kurang lebih 10 persen saja yang member-based atau sungguh sungguh berbasis anggota. Selebihnya adalah koperasi palsu,” jelas Suroto saat dihubungi hukumonline, Senin (13/4).

 

Menurutnya, pemerintah yaitu Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Kemenkop UMKM) merupakan pihak paling bertanggung jawab terhadap persoalan ini. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki peran penting dalam mengawasi kondisi industri perkoperasian nasional.

 

“Sebetulnya yang patut disalahkan adalah Pemerintah atau Kemenkop dan UKM yang dari dulu terus biarkan terus masalah ini terjadi. Mereka gagal menjaga kepentingan publik. Termasuk juga Otoritas Jasa Keuangan,” tambah Suroto.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait