KPPU Selidiki Potensi Pelanggaran Pelaksanaan Rapid Test oleh Rumah Sakit
Berita

KPPU Selidiki Potensi Pelanggaran Pelaksanaan Rapid Test oleh Rumah Sakit

Menyelidiki dugaan pelanggaran Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: HOL
Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: HOL

Atas inisiatif sendiri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan pelaksanaan rapid test semasa pencegahan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai objek penyelidikan. KPPU mencium ada yang tidak beres dalam pelaksanaan test oleh rumah sakit (RS). KPPU menduga, pihak tertentu mengharuskan konsumen atau penerima jasa pelayanan rapid test untuk menerima keseluruhan paket deteksi Covid-19dengan biaya mahal, kendati beberapa prosedur sebetulnya mungkin tak diperlukan.

Jika terbukti melanggar, pihak RS dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan pasal ini, pelaku usaha tegas dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain (perjanjian tertutup) yang memuat syarat bahwa pihak yang menerima suatu barang/jasa tertentu harus bersedia membeli barang/jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

Juru bicara KPPU, Guntur Syahputra Saragih mengatakan pihaknya tengah meneliti apakah rapid test ini memang harus disertai dengan beberapa alat tes lain seperti CT Scan, pemeriksaan darah, pemeriksaan oleh dokter spesialis penyakit dalam, PCR dan sebagainya. Lantaran meyakini permintaan rapid test ini akan semakin banyak, Guntur tak ingin kecolongan. “Sudah diputuskan masuk perkara inisiatif dan langsung dilakukan penelitian oleh direktorat Investigasi KPPU. Dalam waktu dekat kami lihat lagi hasil penelitiannya, kalau ditemukan pelanggaran akan langsung masuk ke penyelidikan,” tegasnya.

Dalam kondisi seperti ini, katanya, seyogyanya masyarakat bisa mengakses fasilitas untuk rapid test, baik yang secara terbatas disediakan pemerintah atau opsi berbayar yang disediakan pelaku usaha rumah sakit. Untuk itu, bagi para pelaku usaha, KPPU akan memantau agar harga pelayanan jasa rapid test Covid-19yang ditawarkan pelaku usaha RSkedepannya bisa kompetitif.

(Baca juga: KPPU Bantah Isu Virus Corona Pengaruhi Harga Pangan).

Ada dua persoalan yang tengah ditelusuri KPPU. Pertama, apakah RS tersebut harus menerima keseluruhan paket yang ditawarkan RS? Atau ada opsi alternatif cukup membayar untuk rapid test saja? Kedua, apakah perlakuan terhadap masyarakat yang dinyatakan positif atau negatif Covid-19 melalui rapid test perlakuannya akan sama terkait jenis-jenis produk yang akan mereka bayarkan?

Berdasarkan inspeksi yang dilakukan tim Direktorat Investigasi KPPU di bawah pimpinan Gopprera Panggabean, ditemukan beberapa RS yang mengeluarkan diagnosis atau screening awal Covid-19 dalam beberapa paket. Misalnya, ada paket biasa untuk rapid test dan screening seharga Rp489.000. Ada juga yang menawarkan paket basic seharga Rp1.900.000 yang terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, CRP, rapid test Covid-19, CR-torax dan konsultasi ke dokter.

Di RS yang sama, katanya, ada juga yang menawarkan paket advance seharga Rp3.950.000 yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, rapid test, CRP, CT-Scan, konsultasi ke dokter spesialis paru dan penyakit dalam. Bahkan ada yang menawarkan paket Rp5.750.000 yang rincian pelayanan jasa yang didapat berupa pemeriksaan darah, CRP, rapid-test, swap, PCR, CT-Scan dan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam. Jadi ada beberapa istilah yang digunakan, yakni paket gold, platinum dan sebagainya.

Tags:

Berita Terkait