Masalah di Balik Restrukturisasi Kredit Debitur dan Lembaga Jasa Keuangan
Utama

Masalah di Balik Restrukturisasi Kredit Debitur dan Lembaga Jasa Keuangan

Skema restrukturisasi yang ditawarkan lembaga jasa keuangan masih belum mampu dipenuhi debitur.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sebagai bentuk keringanan terhadap nasabah sekaligus menjaga kesehatan industri jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan kebijakan restrukturisasi utang bagi debitur atau nasabah jasa keuangan yang terkena dampak langsung dan tidak langsung virus Corona. Aturan ini tercantum dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

 

Melalui aturan itu nasabah dapat mengajukan restrukturisasi utang melalui berbagai skema seperti penangguhan waktu pembayaran hingga penurunan pembayaran bunga dan utang pokok. Kesepakatan restrukturisasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kesanggupaan dua pihak yaitu debitur dan lembaga jasa keuangan seperti bank dan perusahaan pembiayaan.

 

Namun, restrukturisasi utang ini belum menyelesaikan persoalan. Salah satu persoalan yang muncul selanjutnya yaitu sulitnya mencari titik temu antara debitur dan lembaga jasa keuangan. Hal ini karena debitur tidak mampu menyanggupi opsi restrukturisasi utang yang ditawarkan bank dan perusahaan pembiayaan.

 

Perwakilan dari Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Indra Rusmi, mengatakan pihaknya menerima aduan atau laporan dari beberapa debitur yang merasa keberatan dengan opsi restrukturisasi tersebut. Menurutnya, skema restrukturisasi yang ditawarkan lembaga jasa keuangan masih memberatkan debitur.

 

Salah satu skema yang memberatkan, seperti debitur dapat membayar bunga utang saja saat ini selama setahun. Namun, utang pokoknya dikalkulasikan dengan utang pokok pada tahun depan. Begitu juga, ada skema restrukturisasi yang memberi kesempatan debitur hanya membayar utang pokoknya saja. Namun tahun depannya, debitur harus membayar utang bunga ditambah bunga dan utang pokok.

 

(Baca: OJK Berharap Stimulus Jasa Keuangan Tak Timbulkan Moral Hazard)

 

Skema tersebut dinilai Indra sangat membebani debitur karena harus membayar utang pada tahun depan jadi lebih besar dari keadaan normal. Seharusnya, kata Indra, skema restrukturisasi yang baik dengan memberi penangguhan waktu pembayaran bunga dan utang pokok. Jadi, debitur tetap membayar utang pokok dan bunga seperti keadaan normal di tahun berikutnya.

 

“Kalau sifatnya menunda setahun (seharusnya) di-freeze dulu dan tunda mulai tahun depan. Misalnya, kredit (jangka waktu) 4 tahun, di tahun kedua terjadi penundaan maka menjadi 5 tahun. Satu tahun penundaan dan 4 tahun berjalan normal,” jelas Indra, Rabu (15/4).

Tags:

Berita Terkait