Langkah-langkah Penting dalam Restrukturisasi Utang Akibat Covid-19
Berita

Langkah-langkah Penting dalam Restrukturisasi Utang Akibat Covid-19

Debitur harus mengidentifikasi secara detil bisnis usahanya sebelum mengajukan restrukturisasi ke lembaga jasa keuangan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Rizky Dwinanto (Partner Adisuryo Dwinanto & Co (ADCO)) saat menjadi pemateri di acara webinar hukumonline dengan tema Perkembangan Terbaru Peraturan Restrukturisasi Kredit bagi Pelaku Usaha di Indonesia. Foto: RES
Rizky Dwinanto (Partner Adisuryo Dwinanto & Co (ADCO)) saat menjadi pemateri di acara webinar hukumonline dengan tema Perkembangan Terbaru Peraturan Restrukturisasi Kredit bagi Pelaku Usaha di Indonesia. Foto: RES

Debitur terdampak langsung dan tidak langsung pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mendapatkan kesempatan merestrukturisasi utang di lembaga jasa keuangan (LJK) seperti perbankan dan perusahaan pembiayaan (leasing). Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

 

Dalam praktiknya, proses restrukturisasi ini harus melalui berbagai tahapan dan membutuhkan jangka waktu khususnya debitur berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas. Bagi debitur tersebut, untuk mendapatkan kesempatan restrukturisasi utang tersebut, debitur harus terlebih dulu mengajukannya kepada lembaga jasa keuangan. Nantinya, lembaga jasa keuangan akan menilai kemampuan debitur seperti permodalan hingga rencana bisnis. Lalu, kedua pihak yaitu debitur dan lembaga jasa keuangan menyepakati skema restrukturisasi utang tersebut.

 

Partner Adisuryo Dwinanto & Co (ADCO), Rizky Dwinanto, menjelaskan restrukturisasi utang korporasi adalah penyusunan ulang utang perusahaan dengan tujuan menjaga likuiditas dan keberlangsungan bisnis usaha. Sehingga, debitur harus mengetahui target bisnis yang ingin dicapai melalui restrukturisasi utang tersebut.

 

Rizky menjelaskan tahap awal debitur harus mengidentifikasi terlebih dulu permasalahan yang menyebabkan terjadinya kesulitan keuangan. Sehubungan dengan Covid 19, Rizky menjelaskan kesulitan keuangan karena penurunan penjualan bukan hanya disebabkan kehilangan pendapatan tapi juga faktor lain seperti hilangnya klien utama hingga fraud.

 

“Fraud oleh manajemen, ini paling besar potensi terjadinya financial distress, indikator paling ada yaitu utang diperuntukan tidak sesuai dengan semestinya. Misalnya pinjam duit untuk ternak lele tapi ternyata untuk ternak ayam atau pinjam untuk ternak lele malah jadi pertambangan sangat jauh, ini salah satu faktor. Ini terlepas lagi dari penyalahgunaan manajemen,” jelas Rizky dalam Webminar Hukumonline bertema “Perkembangan Terbaru Peraturan Restrukturisasi Kredit bagi Pelaku Usaha di Indonesia”, Kamis (16/4).

 

(Baca: Masalah di Balik Restrukturisasi Kredit Debitur dan Lembaga Jasa Keuangan)

 

Kemudian, dia menjelaskan debitur juga harus menyiapkan proyeksi modal kerja secara akurat. Dengan modal kerja tersebut diharapkan membantu debitur mencapai target yang sudah direncanakan di awal. Lalu, debitur juga harus berkomunikasi secara terbuka dan jelas kepada seluruh kreditur mengenai rencana-rencana tersebut. Menurut Rizky, komunikasi yang baik dapat meyakinkan kreditur untuk memberi resutrukturisasi utang sesuai dengan kondisi bisnis debitur.

 

Hal penting lain yang juga harus dilakukan kreditur yaitu membuat rencana bisnis secara matang, baik, dan baru. Sebab, ketidakmampuan bayar utang saat ini mungkin akibat bisnis perusahaan yang tidak lagi menguntungkan. Sehingga, debitur harus menyiapkan strategi bisnis usaha baru agar restrukturisasi tersebut dapat berjalan sesuai rencana.

Tags:

Berita Terkait