Restrukturisasi Perbankan Paket Covid-19
Kolom

Restrukturisasi Perbankan Paket Covid-19

Perlu dibuat aturan yang tegas dan jelas sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan pedoman bagi semua pihak khususnya dalam merespon pandemi Covid-19.

Bacaan 2 Menit
Rio Christiawan. Foto: Istimewa
Rio Christiawan. Foto: Istimewa

Sehubungan dengan adanya wabah virus korona (Covid-19) yang telah ditetapkan sebagai pandemi dan telah menyebabkan gangguan pada hampir seluruh aspek perenonomian maka otoritas jasa keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional. Tujuan dari diterbitkannya POJK ini adalah agar mengurangi beban sebagai akibat dari adanya pandemi Covid-19 pada masyarakat, UMKM khususnya (meskipun POJK ini juga berlaku bagi korporasi).

 

Pasca OJK menerbitkan POJK tersebut belum seluruh bank dan lembaga keuangan merespon POJK tersebut sehingga akibatnya POJK tentang stimulus perekonomian nasional tersebut belum dapat terimplementasi. Sebagaimana ramai diberitakan di berbagai media bahwa perusahaan pembiayaan (leasing) maupun dunia perbankan tidak serta merta dapat menerapkan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tersebut. Hal ini bukan disebabkan oleh perusahaan pembiayaan maupun dunia perbankan yang tidak patuh pada POJK tersebut, tetapi substansi dari POJK yang sifatnya masih multitafsir dan tidak berlaku final sebagai peraturan.

 

Persoalan belum dapat terimplementasinya POJK tersebut disebabkan karena dua faktor yakni faktor formal POJK sebagai peraturan otoritas jasa keuangan yang seharusnya dapat menjadi pedoman bagi penyelenggara jasa keuangan seperti bank maupun perusahaan pembiayaan. Faktor kedua yang menyebabkan POJK terkait stimulus perekonomian nasional belum dapat diterapkan adalah substansi dari POJK tersebut, jika dilihat secara cermat maka substansi POJK tersebut nampak ‘setengah hati’ dalam memberi stimulus perekonomian terdampak Covid-19. Bahkan dalam hal ini dapat dikatakan POJK tersebut hanya terkesan ‘pencitraan belaka’ karena jika dicermati lebih lanjut maka kebijakan tersebut sama halnya dengan kebijakan OJK sebelum adanya pandemi Covid-19.

 

OJK baru saja menerbitkan press release bertajuk FAQ Restrukturisasi Kredit /Pembiayaan terkait Dampak Covid-19 sebagai penjelasan kepada publik atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020. Dalam press release tersebut dijelaskan dalam angka (3) bahwa kebijakan relaksasi pembiayaan baik penurunan bunga, angsuran ditahan, pengurangan tunggakan maupun kebijakan lainnya diberikan dengan mengacu pada POJK terkait penilaian kualitas asset. Pertanyaannya lantas dimana letak stimulus dampak Covid-19 jika semua kebijakan mendasarkan POJK penilaian kualitas asset. Tanpa adanya pandemi Covid-19 kebijakan pembiayaan dari seluruh lembaga pembiayaan juga mengacu pada POJK penilaian kualitas aset.

 

Untuk dapat diimplementasikan secara optimal di masyarakat maka POJK Nomor 11/POJK.03/2020 perlu disempurnakan mengingat sebagaimana disampaikan Philipus Hadjon (1996), bahwa sifat dari peraturan adalah memberi pedoman dan melahirkan konsekuensi, berbeda dengan edaran dan himbauan yang tidak memiliki konsekuensi yang mengikat pada pelaksanaannya.

 

Simak Informasi Penting Covid-19 Lainnya:

 

Bentuk Formal POJK

Secara formal POJK terkualifikasi sebagai peraturan, POJK Nomor 11/POJK.03/2020 terkualifikasi sebagai sumber hukum berupa peraturan pejabat tinggi negara. Artinya jika mengacu pada  UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sifat dari POJK tersebut secara formal seharusnya dapat dikatakan sebagai sumber hukum, artinya dapat menjadi pedoman konkret bagi masyarakat maupun penyelenggara jasa keuangan. Demikian juga seharusnya POJK Nomor 11/POJK.03/2020 memiliki konsekuensi hukum.

Tags:

Berita Terkait