Anggota Legislator Ini Justru Minta DPR Tolak Perppu 1/2020
Berita

Anggota Legislator Ini Justru Minta DPR Tolak Perppu 1/2020

Karena dinilai tidak memenuhi tiga parameter dalam Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009, memangkas kewenangan anggaran DPR; meniadakan kewenangan lembaga penegak hukum; hingga insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi nasional mencapai 54,3 persen dari total 405 triliun ketimbang peruntukan penanggulangan Covid-19 yang hanya 18,5 persen.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 terus menuai polemik, bahkan di kalangan parlemen sendiri. Pasalnya, materi muatan Perppu itu dinilai bermasalah, mulai memangkas kewenangan lembaga lain, muatan Pasal 27, hingga tak memenuhi syarat Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 pada 8 Februari 2010.

 

“Mencermati berbagai ketentuan dalam Perppu Nomor 1/2020 dan aturan turunannya, saya menyarankan sebaiknya DPR menolak Perppu 1/2020 tersebut menjadi undang-undang,” ujar anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan di Jakarta, Selasa (21/4/2020).

 

Baca Juga: Sejumlah Catatan MPR atas Perppu No.1/2020

 

Heri mengingatkan putusan MK 138/PUU-VII/2009 memberikan parameter adanya “ihwal kegentingan memaksa” bagi presiden untuk menerbitkan Perppu. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai.

 

Ketiga,kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Meski di tengah situasi pandemi Covid-19, bagi Heri penerbitan Perppu 1/2020 dipandang tidak memenuhi tiga parameter “ihwal kegentingan memaksa” sebagaimana amanat Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 itu.

 

“Perppu 1/2020 ini dapat menciptakan perilaku eksekutif yang tidak termonitor (tanpa pengawasan DPR, red) dan meniadakan kewenangan lembaga penegak hukum (bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan menggunakan anggaran penanganan Covid-19, red),” kata Heri.

 

Selain itu, dia menilai Perppu 1/2020 tidak memenuhi syarat pembentukan peraturan sesuai Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Pasal 5 UU 12/2011 menyebutkan membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan.”

 

Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres No.54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Menurutnya, Perpres 54/2020 menjadikan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan Perppu 1/2020 sebagai dasar hukum pembuatannya. Karena itu, nampaknya pemerintah menempuh jalan pintas membuat Perppu ini dengan mengabaikan sejumlah aturan hukum yang ada.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait