Penjelasan Prof Mahfud Soal Force Majeure Akibat Pandemi Corona
Berita

Penjelasan Prof Mahfud Soal Force Majeure Akibat Pandemi Corona

Merupakan kekeliruan menilai Keppres 12/2020 sebagai dasar untuk membatalkan kontrak-kontrak keperdataan, terutama kontrak-kontrak bisnis.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof Mahfud MD. Foto: RES
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof Mahfud MD. Foto: RES

Persoalan keadaan kahar atau force majeure menjadi perbincangan bagi praktisi hukum akhir-akhir ini. Penyebabnya, terdapat spekulasi publik khususnya pelaku usaha yang menganggap Keputusan Presiden (Keppres) No.12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai dasar hukum force majeure.

 

Alasannya bencana adalah sebuah force majeure, kejadian luar biasa yang menyebabkan orang tidak mampu memenuhi prestasinya karena peristiwa yang di luar kemampuannya. Sehingga, perjanjian-perjanjian atau kontrak keperdaataan secara otomatis dapat diubah atau dibatalkan. Spekulasi ini tentunya menimbulkan pertanyaan publik karena efek pandemi Corona mengganggu aktivitas masyarakat termasuk sektor bisnis.

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof Mahfud MD, mengatakan bahwa anggapan Keppres 12/2020 sebagai dasar untuk membatalkan kontrak-kontrak keperdataan, terutama kontrak-kontrak bisnis merupakan kekeliruan. Di dalam hukum perjanjian memang ada ketentuan bahwa force majeure bisa dijadikan alasan untuk membatalkan kontrak. Namun, menurut Mahfud, spekulasi tersebut keliru dan meresahkan, bukan hanya dalam dunia usaha tetapi juga bagi pemerintah.

 

“Itulah sebabnya saya sebagai salah seorang pejabat yang ikut bertanggungjawab atas kebijakan negara segera angkat bicara dan menegaskan bahwa status Covid-19 sebagai bencana non-alam tidak bisa langsung dijadikan alasan pembatalan kontrak dengan alasan force majeure. Bagi kalangan akademisi bidang hukum pernyataan saya ini standar saja karena hal tersebut sudah menjadi konsumsi kajian pada awal-awal perkuliahan di fakultas hukum,” kata Mahfud saat Webminar “Perkembangan, Problematika dan Implikasi Force Majeure Akibat Covid-19 bagi Dunia Bisnis”Rabu, (22/4).

 

Namun, Mahfud menjelaskan force majeure memang tidak bisa secara otomatis dijadikan alasan pembatalan kontrak tetapi memang bisa dijadikan pintu masuk untuk bernegosiasi dalam membatalkan atau mengubah isi kontrak. Kontrak harus tetap dilaksanakan sesuai dengan isinya karena menurut Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya.

 

“Jadi selama kontrak tidak diubah dengan kontrak baru yang disepakati tetap berlaku mengikat seperti UU,” jelasnya.

 

(Baca: Ingin Gunakan Dalil Force Majeure, Pahami Dulu Persyaratannya)

 

Dia menjelaskan force majeure tidak bisa secara serta merta dijadikan alasan pembatalan kontrak juga dalam arti pembatalan kontrak dengan alasan force majeure tergantung pada isi klausul kontraknya. Artinya, harus dilihat dulu apakah di dalam klausul kontrak tersebut ada kesepakatan bahwa jika terjadi force majeure isi kontrak bisa disimpangi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait