Tarik Ulur Klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja
Berita

Tarik Ulur Klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja

Omnibus law RUU Cipta Kerja perlu ditinjau ulang dengan melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif. Tidak hanya melihat dari sisi investasi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Desakan sejumlah organisasi serikat pekerja agar draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja ditunda di tengah pandemi Covid-19 lamban laun mulai didengar DPR. Meski belum seluruh aspirasi diakomodir, klaster ketenagakerjaan yang menjadi polemik di kalangan serikat pekerja/buruh didorong agar ditunda pembahasannya setelah wabah pandemi  Covid-19 berakhir.

 

Ketua DPR Puan Maharani pun turut serta meminta agar pembahasan khusus klaster ketenagakerjaan tak dibahas dulu di tengah pandemi Covid-19. Puan bakal meminta Badan Legislasi (Baleg) agar pembahasan klaster ketenagakerjaan usai pandemi Covid-19 berakhir. “Kami meminta kepada Baleg menunda pembahasannya, bisa menunggu aspirasi atau kemudian berdiskusi dengan masyarakat terkait klaster ketenagakerjaan,” ujar Puan Maharani di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (23/4/2020).

 

Di tengah situasi darurat Kesehatan dan memasuki pula bulan Ramadhan, Baleg diminta fokus membahas klaster yang dapat dibahas dalam waktu pendek. Sementara bagi klaster yang memerlukan pembahasan panjang serta menunggu masukan elemen masyarakat, khususnya serikat pekerjat, Baleg bakal diminta menunda pembahasannya. Tentu saja pembahasan klaster-klaster tersebut bakal dilakukan pada masa sidang berikutnya.

 

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menegaskan dari 11 klaster yang ada dalam RUU Cipta Kerja tak mungkin ditunda pembahasannya. Dia menyadari di tengah ketidakpastian situasi terdapat banyak kekurangan secara teknis dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ataupun RUU lainnya. Baginya, penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan dilakukan agar DPR dapat fokus pada fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran pada penanganan pandemi virus Corona.

 

Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengamini pernyataan Puan. Sejak awal, Willy sudah menyuarakan agar klaster ketenagakerjaan tak hanya dibahas di bagian akhir, namun juga mengusulkan mengeluarkan dari draf RUU Cipta Kerja. Sehingga pembahasan klaster ketenagakerjaan tersendiri dengan merevisi UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

“Sebab tidak mungkin juga Mbak Puan akan membuat statemen langsung meminta Baleg untuk tidak membahas atau mengeluarkan klaster itu dari RUU. Itu tidak etis. Secara politik itu juga tidak bagus. Maka yang digunakan adalah bahasa ditunda atau ditempatkan di bagian akhir,” ujarnya kepada Hukumonline.

 

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu merasa banyak pihak nampaknya mulai memiliki pemahaman sama terhadap klaster ketenagakerjaan agar dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja. Bahkan pemerintah, kata Willy, lambat laun mulai sepaham dengannya. Terutama setelah Presiden menemui 3 perwakilan dari organisasi serikat pekerja. “Dan ini bagus. Ini artinya proses komunikasi dan demokrasi berjalan dengan baik,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait