Beragam Kondisi yang Dialami Buruh Dampak Covid-19
Berita

Beragam Kondisi yang Dialami Buruh Dampak Covid-19

Seperti bekerja berisiko penularan Covid-19 karena tidak menggunakan APD, dirumahkan dengan upah tidak penuh, mengalami PHK sepihak tanpa pesangon, hingga terusir dari rumah sewa.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Pandemi coronavirus disease (Covid-19) yang melanda banyak negara termasuk Indonesia berdampak luas berbagai sektor industri. Akibatnya perusahaan tidak dapat menjalankan operasionalnya seperti biasa, bahkan ada juga yang mengalami penutupan perusahaan. Kondisi tersebut berdampak terhadap pelaku hubungan industrial seperti kalangan buruh dan pengusaha.

 

Wakil Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih mengatakan buruh perempuan mengalami beban dan tekanan yang luar biasa berat dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Jumisih mencatat sedikitnya 4 persoalan yang dihadapi buruh perempuan di tengah pandemi Covid-19.

 

Pertama, sebagian besar buruh yang bekerja di industri garmen merupakan perempuan. Kendati pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tapi faktanya masih ada perusahaan yang beroperasi. Hal ini menyebabkan buruh di perusahaan tertentu harus tetap bekerja di pabrik dan bekerja dalam situasi yang terancam penularan Covid-19. Misalnya, buruh dengan jumlah ratusan sampai ribuan bekerja di satu tempat yang sama secara berdesakan dan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai.

 

Kedua, setelah bekerja, Jumisih memaparkan buruh perempuan mendampingi anak-anak mereka yang belajar secara daring di rumah. Dalam situasi ini, buruh yang bekerja meninggalkan anaknya di rumah tanpa pemantauan, sehingga membuat buruh menjadi tidak nyaman dan khawatir ketika bekerja. Hal ini berpotensi melanggar hak anak atas perlindungan dan keamanan.

 

Ketiga, sebagian buruh sudah dirumahkan tanpa mendapat upah penuh, bahkan ada yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa pesangon. Ironisnya, kinerja petugas pengawas ketenagakerjaan sangat lambat dan seolah tidak peduli dengan kondisi tersebut. Persoalan ini mempengaruhi kemampuan ekonomi buruh dan keluarganya karena tak jarang buruh perempuan bertindak sebagai pencari nafkah utama.

 

Bantuan pemerintah yang katanya ditujukan untuk pekerja yang dirumahkan dan mengalami PHK, menurut Jumisih sampai saat ini belum diterima buruh. Bahkan ada pandangan yang menyebut bantuan ini bukan untuk buruh yang merupakan pendatang.

 

Keempat, akibat kondisi itu membuat pendapatan buruh merosot. Jumisih mencatat tidak sedikit buruh yang berpotensi terusir dari rumahnya karena tidak sanggup membayar uang sewa. “Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak pulang kampung, tapi keberadaan buruh yang ada di Jakarta tidak mendapat perlindungan yang baik,” kata dia ketika dikonfirmasi, Jumat (24/4/2020).

Tags:

Berita Terkait