Lima Catatan Komnas HAM terhadap Pelaksanaan PSBB
Berita

Lima Catatan Komnas HAM terhadap Pelaksanaan PSBB

Pemerintah perlu menerbitkan aturan yang jelas terkait PSBB, pelaksanaannya tidak boleh diskriminatif, tidak menggunakan pendekatan represif, penegakan sanksi secara tegas berupa denda atau kerja sosial.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pengawasan penerapan PSBB di Jakarta. Foto: RES
Pengawasan penerapan PSBB di Jakarta. Foto: RES

Salah satu kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi coronavirus diseases (Covid-19) adalah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

 

Mekanisme PSBB ini diajukan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Beberapa daerah yang sudah melaksanakan PSBB antara lain Provinsi DKI Jakarta; kota/kabupaten Bekasi; kota/kabupaten Bogor; kota Depok, kota/kabupatem Bandung, kota Tegal; dan daerah lain. Kebijakan PSBB pada intinya membatasi mobilitas warga dari satu ke tempat lain. Kebijakan ini diyakini dapat menekan/memutus penyebaran Covid-19.

 

Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mencatat sedikitnya ada 5 hal yang perlu dicermati terkait kebijakan penerapan PSBB. Pertama, Komnas HAM mendukung kebijakan untuk jaga jarak dan pembatasan mobilisasi dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Melihat kebijakan yang ditempuh sejumlah negara dalam menghadapi Covid-19, Anam melihat hal ini sangat penting.

 

Dia menilai kebijakan pengaturan PSBB kurang jelas baik dalam konteks darurat Kesehatan maupun bencana nasional nonalam. Misalnya, untuk mengantisipasi mudik, sampai saat ini belum ada aturannya. “Dalam menangani pandemi Covid-19 ini, pemerintah perlu menerbitkan peraturan yang solid dan jelas,” kata Choirul dalam diskusi secara daring, Rabu (29/4/2020).(Baca Juga: Sejumlah Usulan LBH Jakarta dalam Penanganan Covid-19)

 

Kedua, dalam pemberian bantuan sosial, Anam menilai masih ada persoalan terkait penyaluran yang kurang tepat sasaran. Apapun bentuk bantuan yang diberikan, Anam mengingatkan jangan sampai ada foto pejabat yang dipasang dalam kemasan bantuan itu karena tidak etis. Anam menegaskan yang perlu diutamakan adalah mendorong solidaritas bersama untuk menghadapi Covid-19.

 

Ketiga, pembatasan kegiatan beribadah di tempat ibadah. Anam berpendapat ini merupakan tantangan untuk membangun kesadaran kepada masyarakat agar beribadah di rumah. Ini perlu dilakukan untuk mencegah jangan sampai tempat ibadah menjadi titik penyebaran Covid-19 seperti yang terjadi di beberapa daerah.

 

Jika kegiatan ibadah terpaksa harus diadakan di tempat ibadah, Anam mengingatkan pelaksanaannya harus melalui protokol kesehatan yang ketat seperti penerapan jaga jarak dan menggunakan masker. “Tapi, kami mendorong masyarakat untuk beribadah di rumah,” imbaunya.

Tags:

Berita Terkait