Negara Merugi di Sektor Kehutanan Akibat Konsentrasi Penguasaan Lahan
Berita

Negara Merugi di Sektor Kehutanan Akibat Konsentrasi Penguasaan Lahan

UU Pokok Agraria secara tegas menyatakan bahwa tanah juga memiliki fungsi sosial agar tidak 100 persen dimodifikasi.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Di tengah pandemi yang belum mereda, pemerintah dan DPR terus berupaya untuk merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. RUU kontroversial yang masuk dalam paket RUU Omnibus ini menjadi penting untuk pemerintah karena menjadi dasar dari sejumlah kebijakan strategis pemerintah terkait investasi. 

 

Di tengah pekerjaan rumah Pemerintah dalam melaksanakan tata kelola dan penegakkan hukum yang lemah di sektor kehutanan dan perkebunan, sebagian kalangan menilai kehadiran RUU ini menafikan adanya persoalan ekonomi serius. Hal ini terkait kerugian pendapatan negara akibat kepemilikan tanah dan sumber daya yang terkonsentrasi secara ekstrem oleh segelintir orang saja. 

 

Sumbangan pendapatan negara dari sektor kehutanan dan agribisnis juga semakin kecil akibat efek jangka panjang drainase lahan gambut yang menyebabkan subsidensi tanah, kebakaran lahan dan asap lintas negara. Kerugian negara pada 2019 diperkirakan sebesar 5 milyar USD dan 16 milyar USD pada 2015 akibat kebakaran hutan. 

 

Peneliti Pusat Studi Agraria Institut Pertabian Bogor (PSA IPB), Bayu Eka Yulian, menilai keberadaan RUU Cipta Kerja bertentangan dengan semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Bayu, RUU ini secara terang memberikan jalan mulus bagi terjadinya liberalisasi agraria. (Baca: Presiden Diminta Hentikan Pembahasan RUU Cipta Kerja Sektor Agraria)

 

“Padahal kita tahu UU Pokok Agraria secara tegas menyatakan bahwa tanah juga memiliki fungsi sosial agar tidak 100 persen dimodifikasi,” ujar Bayu dalam sebuah diskusi daring, Senin (4/5). 

 

Bayu menjelaskan dalam menjalankan usahanya, perusahaan dengan modal besar membutuhkan tiga hal penting antara lain lahan yang murah, tenaga kerja murah, dan faktor suara ekonomi dalam hal ini kebijakan. Menurut Bayu, RUU Cipta Kerja menyediakan semua itu.

 

Melalui sejumlah ketentuan dalam draft RUU Cipta Kerja, seperangkat kebijakan disiapkan untuk memfasilitasi investasi kapital besar terutama terkait bisnis berbasis lahan. Misalnya melalui Hak Guna Usaha yang didukung dengan kelembagaan Badan Bank Tanah. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait