Dua Advokat Ajukan Judicial Review UU Kekarantinaan Kesehatan
Berita

Dua Advokat Ajukan Judicial Review UU Kekarantinaan Kesehatan

Bertujuan memperjelas tanggung jawab pemerintah memenuhi kebutuhan penduduk jika karantina wilayah diterapkan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Lokasi pemeriksaan kendaraan oleh petugas pada saat PSBB diterapkan. Foto: RES
Lokasi pemeriksaan kendaraan oleh petugas pada saat PSBB diterapkan. Foto: RES

Pembatasan lalu lintas moda transportasi akibat penetapan darurat kesehatan dilanjutkan darurat bencana nasional non-alam menimbulkan kerugian bagi sejumlah pihak. Advokat, misalnya, tidak dapat menjalankan profesinya dengan baik karena ada pembatasan moda transportasi, misalnya pesawat. Moda transportasi darat pun dibatasi, seperti larangan mudik. Padahal, acapkali advokat harus melakukan sidang ke wilayah lain karena wilayah kerja advokat adalah seluruh wilayah Indonesia.

Larangan bepergian itu sebenarnya ada di karantian wilayah, bukan PSBB. Kalau mau melarang orang mudik, bepergian ke wilayah lain, seharusnya pemerintah menetapkan karantina wilayah.

Dalam konteks itulah dua orang advokat, Runik Erwanto dan Singgih Tomi Gumilang, mengajukan uji materi UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan ini sudah didaftarkan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada Senin (4/5) kemarin.

M. Sholeh, pengacara kedua pemohon, menjelaskan permohonan uji materi ini berpangkal pada larangan terbang pesawat atau larangan mudik dalam rangka pemberlakuan PSBB. Menurut dia, tidak ada dasar hukum melarang orang mudik saat PSBB. Yang diperintahkan dalam PSBB adalah libur sekolah, kantor, dan beberapa larangan lain.

(Baca juga: Hal yang Mesti Dievaluasi dalam Penerapan PSBB).

Gara-gara larangan itu, kata Sholeh, kliennya tidak dapat menjalankan sidang ke luar kota. “Para penggugat berprofesi sebagai lawyer, yang dirugikan karena tidak bisa sidang di luar kota, sebab tidak ada pesawat beroperasi,” jelas Sholeh melalui pesan singkat kepada hukumonline.

Para pemohon meyakini bahwa pemerintah sebenarnya ingin melakukan karantina wilayah, yang berimplikasi pada kewajiban memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Namun, karena masalah anggaran, karantina wilayah tidak diambil, diganti dengan PSBB. Di satu sisi, kewajiban memenuhi kebutuhan penduduk tak dapat dijalankan jika pemerintah pusat tak punya anggaran yang memadai. Pemerintah memang menerbitkan sejumlah kebijakan, antara lain memberikan bantuan sosial tetapi prakteknya tidak menjaungkau seluruh warga miskin. Di sisi lain, rumusan UU Kekarantinaan Kesehatan tak memilah siapa yang akan dibantu jika diterapkan karantina wilayah.

Seharusnya, beban Pemerintah dapat berkurang jika kewajiban memenuhi kebutuhan penduduk dibatasi pada penduduk miskin saja. Ekspektasi ini juga sejalan dengan rumusan ‘fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’ dalam UUD 1945. Menurut Sholeh, beban Pemerintah dapat dikurangi jika yang dicukupi kebutuhannya hanya orang miskin.

Tags:

Berita Terkait