6 Transformasi Cara Berhukum yang Mungkin Permanen Pasca Covid-19
Utama

6 Transformasi Cara Berhukum yang Mungkin Permanen Pasca Covid-19

Tidak mungkin dihindari. Perubahan perilaku berhukum yang semakin membutuhkan teknologi digital. Perlu untuk segera beradaptasi sebaik mungkin.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Salah satu yang berubah adalah pelaksanaan PKPA secara daring. Foto: RES
Salah satu yang berubah adalah pelaksanaan PKPA secara daring. Foto: RES

Wabah Covid-19 memaksa sejumlah adaptasi cepat di berbagai sektor kehidupan. Termasuk cara-cara kepatuhan dan penegakkan hukum. Mulai dari pelayanan publik urusan hukum sampai dengan bisnis jasa hukum harus melakukan penyesuaian. Kebanyakan jalan keluar yang tersedia memanfaatkan teknologi digital.

Richard Susskind, pengamat hukum asal Inggris telah banyak memprediksi perubahan cara berhukum mengikuti kemjuan teknologi. Dua judul buku terbaru karyanya, Tomorrow’s Lawyers dan Online Courts and The Future of Justice susskind.com menjelaskan sangat baik perubahan tersebut.

Wabah Covid-19 yang melumpuhkan dunia global hari ini seolah memperjelas prediksinya. Keharusan dan kebutuhan transformasi segera berbagai pemanfaatan teknologi untuk praktik berhukum. “It is impossible to avoid the technology tidal wave,” tulis Susskind dalam bukunya.

Berikut catatan hukumonline atas berbagai transformasi cara berhukum yang menonjol sepanjang wabah Covid-19 di Indonesia. Beberapa sudah berlangsung sebelum wabah dan makin terasa dibutuhkan. Selebihnya bisa dikatakan terobosan darurat karena mendesak di tengah pandemi. Namun, tak menutup kemungkinan akan menjadi permanen pasca Covid-19 berlalu.

1.Persidangan Pengadilan

Mahkamah Agung (MA) sudah meluncurkan e-court dan e-litigasi sejak tahun 2018. Momen Hari Ulang Tahun ke-74 MA tahun lalu bahkan meresmikan penerapan sistem peradilan secara elektronik (e-litigation). Peluncuran aplikasi e-litigasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2019 tentang Administrasi dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

(Baca juga: Mulai 2020 Sidang E-Litigasi Berlaku Seluruh Indonesia).

Sistem e-Litigasi itu dimaksudkan untuk perkara selain perkara pidana. Ruang lingkupnya menjalankan proses persidangan secara elektronik. Mulai dari pertukaran dokumen persidangan (gugatan, permohonan, perlawanan, jawaban, replik, duplik, kesimpulan), pembuktian, pengucapan putusan, hingga pengiriman putusan kepada para pihak secara elektronik.

Tak disangka, wabah Covid-19 menuntut solusi teknologi agar persidangan pidana tetap bisa berjalan. Persidangan perkara pidana dengan telekonferensi video dilakukan sejak tanggal 24 Maret. “Persidangan dengan cara tersebut dilakukan untuk melaksanakan petunjuk MA baik Surat Edaran MA No. 1 Tahun 2020 maupun Surat Edaran Sekretaris MA No. 1 Tahun 2020,” ungkap Djuyamto, Humas PN Jakarta Utara.

Tags:

Berita Terkait