Perpres Kenaikan Iuran Bukan Satu-satunya Solusi Atasi Defisit BPJS Kesehatan
Berita

Perpres Kenaikan Iuran Bukan Satu-satunya Solusi Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Masih ada cara lain ketimbang menaikan iuran BPJS Kesehatan, seperti menaikkan cukai rokok; melaksanakan rekomendasi KPK. Kenaikan iuran justru berpotensi membuat masyarakat kesulitan membayar iuran BPJS Kesehatan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: Hol
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: Hol

Keputusan pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan kelas I dan II bagi peserta mandiri per Juli 2020 melalui Perpres No.64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tertanggal 5 Mei 2020 menuai kritik berbagai pihak. Alasan pemerintah salah satu cara mengatasi defisit di BPJS Kesehatan demi keberlangsunan jaminan kesehatan nasional.

“Langkah Presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan karena kenaikan iuran bukan satu-satunya cara mengatasi defisit ekonomi negara (termasuk defisit di BPJS Kesehatan, red). Terlebih, di tengah resesi ekonomi saat ini,” ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulisnya, Kamis (14/5/2020).

Perpres 64 Tahun 2020 itu mengatur skema iuran BPJS Kesehatan pasca MA membatalkan Pasal 34 Perpres No.75 Tahun 2019. Beleid itu menyebutkan besaran iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) sesuai manfaat (kelas) pelayanan ruang perawatan. Untuk Januari-Maret 2020 besar iuran mengikuti Perpres No.75 Tahun 2019 yaitu Rp160.000 (Kelas I); Rp110.000 (Kelas II); dan Rp42.000 (Kelas III). (Baca Juga: Alasan MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

Untuk April-Juni 2020 besaran iuran mengikuti amanat putusan MA yakni kembali ke tarif iuran sesuai Perpres No. 82 Tahun 2018 yakni Rp80.000 (Kelas I); Rp51.000 (Kelas II); dan Rp25.500 (Kelas III). Mulai Per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU dan BP disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I; Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III. Namun, khusus kelas III, pemerintah memberi bantuan iuran (subsidi) sebesar Rp16.500 pada 2020 dan menurun menjadi Rp7.000 per bulan pada 2021 mendatang.

Bamsoet menilai sekalipun kenaikan iuran BPJS dalam Perpres 64/2020 sedikit berbeda nominalnya dengan kenaikan sebelumnya, langkah pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan Putusan MA No. 7P/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Perpres No.75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Politisi Partai Golkar itu mengingatkan pemerintah agar mengedepankan kepentingan masyarakat luas. Apalagi masyarakat pekerja informal perekonomiannya sangat terdampak Covid-19. “Kenaikan iuran berpotensi membuat masyarakat kesulitan membayar iuran BPJS Kesehatan, sehingga akses layanan kesehatan menjadi terhambat.”

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan langkah presiden menerbitkan Perpres 64/2020 mengejutkan masyarakat. Dia melihat Perpres tersebut dibuat/disahkan tanpa disertai proses konsultasi publik yang memadai. Bahkan, terkesan sembunyi-sembunyi saat masyarakat tengah terkungkung pandemi Covid-19.

Tags:

Berita Terkait