Kepala Daerah Diminta Pastikan PSBB Bisa Turunkan Kasus Covid-19
Berita

Kepala Daerah Diminta Pastikan PSBB Bisa Turunkan Kasus Covid-19

Pemerintah diminta konsisten menerapkan aturan kebijakan penanganan Covid-19, seperti konsisten kebijakan bekerja dari rumah; larangan moda transportasi umum, larangan mudik, dan lain-lain.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Pengawasan penerapan PSBB di Jakarta. Foto: RES
Pengawasan penerapan PSBB di Jakarta. Foto: RES

Sebulan lebih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besara (PSBB) sudah diterapkan sebagian besar wilayah di Indonesia. Dalam dua terakhir, isu relaksasi (kelonggaran) PSBB muncul ke permukaan. Hal ini ditandai masih beroperasi kereta listrik, moda transportasi tertentu, dan penerbangan komersial meski dengan sejumlah persyaratan. Tak jarang kebijakan itu diwarnai ketidakseragaman informasi soal relaksasi (kelonggaran) penerapan PSBB diantara presiden dan para menteri, dan kepala daerah.

Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengingatkan PSBB merupakan kebijakan hukum yang diterbitkan Kementerian Kesehatan berdasarkan UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kemudian Keputusan Presiden (Keppres) No.11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (Covid-19); Keppres No.12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.

Dia menerangkan PSBB memiliki jangka waktu, dapat diperpanjang, dan dihentikan sesuai tingkat pengendalian kondisi masyarakat di daerah. Karena itu, pertimbangan kepala daerah lebih utama karena pengendalian saat PSBB berada di wilayahnya. “Pejabat daerah yang lebih tahu kondisi daerahnya. Diskursus pelonggaran PSBB itu idealnya bukan mengedepankan pertimbangan politik atau ekonomi, tapi seharusnya lebih kepada pertimbangan kesehatan dan keselamatan rakyat,” ujar Didik dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/5/2020).

Sayangnya, di internal pemerintah ada ketidakseragaman penyampaian informasi antara satu pejabat yang satu dengan pejabat lain yang berujung membingungkan masyarakat. “Di saat seperti ini, rakyat jangan dibikin bingung dengan permainan kata-kata atau diksi yang membingungkan,” kata dia. (Baca Juga: Hal yang Mesti Dievaluasi dalam Penerapan PSBB)

Politisi Partai Demokrat itu menilai Pemerintahan Joko Widodo belum memiliki strategi, perencanaan yang bak, utuh, dan terintegrasi dalam penanganan Covid-19. Misalnya, keputusan diambil seharusnya setelah berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dan mendengarkan masukan masyarakat, sehingga kebijakan yang dijalankan lebih jelas dan pasti (tidak simpang siur, red).   

“Bisa bayangkan, kalau rakyat bingung, punya pemahaman dan persepsi sendiri-sendiri, serta bergerak sendiri-sendiri, apa yang akan terjadi? Kalau sampai rakyat distrust kepada pemimpin dan pemerintahannya, maka Indonesia akan bisa menghadapi krisis yang lebih dalam dan berkepanjangan,” ujarnya.

Perlu dilanjutkan

Ketua Majelis Permusyawaratn Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menyoroti potensi masalah sosial akibat dari penerapan PSBB. Menurutnya, upaya cegah dan tangkal penularan Covid-19 melalui PSBB masih perlu dilanjutkan. Namun demikian, para kepala daerah sebagai pelaksana dan penanggung jawab PSBB perlu mencermati indikator ekonomi, khususnya aspek ketenagakerjaan. 

Tags:

Berita Terkait