Perppu Kebijakan Covid-19 Disetujui, Ekonom Sebut 4 Isu Penting
Utama

Perppu Kebijakan Covid-19 Disetujui, Ekonom Sebut 4 Isu Penting

Anggota DPR anggap ada cacat prosedural dalam pengesahan Perppu.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Perppu dikeluarkan dalam kegentingan yang memaksa. Ada beberapa isu penting. Ilustrator: HGW
Perppu dikeluarkan dalam kegentingan yang memaksa. Ada beberapa isu penting. Ilustrator: HGW

Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan disahkan menjadi Undang-Undang, bahkan kini sudah dimasukkan ke Lembaran Negara menjadi UU No. 2 Tahun 2020. Pengesahan Perppu di DPR relatif berjalan mulus karena hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan menolak.

Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Piter Abdullah, mengatakan sikap terhadap Perppu yang diterbitkan Presiden Jokowi sangat ditentukan oleh sudut pandang yang dipergunakan. Jika mengakui bahwa saat ini kondisi negara dalam kegentingan yang memaksa, maka secara formal orang akan menerima Perppu. Sesuai dengan UUD 1945, Presiden dapat menerbitkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sebaliknya, jika seseorang menganggap penyebaran Covid-19 dan implikasinya terhadap banyak aspek kehidupan adalah kondisi yang biasa-biasa saja, maka Perppu layak ditolak.

Piter berpandangan kondisi saat ini sudah memenuhi syarat kedaruratan. Pandemi Covid-19 tak hanya melanda Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di dunia. Dampaknya terhadap perekonomian sangat luar biasa. Pada 2019, sejumlah ekonom memang sudah memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia akan melambat pada 2020, tetapi perkiraan itu tidak seperti yang terjadi sekarang.

Jika tidak ditangani segera, ada kemungkinan resesi atau krisis moneter seperti 1997-1998 terjadi. “Ini kondisi yang tidak diduga,”  ujar Piter dalam diskusi daring ‘Dampak Perppu No. 1 Tahun 2020 Terhadap Ekonomi dan Pemerintahan, yang diselenggarakan Indonesian Parliament Center, Selasa (19/5).

(Baca juga: Covid-19 Bencana Nasional, Force Majeur atau Rebus Stic Stantibus Dapat Dipakai Batalkan Kontrak?).

Kondisi yang tak terduga, dalam konsep hukum perdata, acapkali disebut force majeur, yaitu suatu keadaan memaksa yang menyebabkan pihak-pihak dalam kontrak, terutama debitur, tidak dapat menjalankan kewajibannya. Dalam konteks Indonesia, Piter mengatakan dampak penyebaran Covid-19 sudah nyata. Dunia usaha mengalami gangguan cashflow, jutaan tenaga kerja dirumahkan dan di-PHK. Jika kondisi ini berlangsung hingga Juni mendatang, diperkirakan 9 juta orang akan menjadi pengangguran. “Terlepas dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), wabah ini sudah menghantam (dunia usaha –red)lebih dalam,” imbuhnya.

Dalam diskusi tersebut, Piter mengemukakan setidaknya empat isu penting terkait Perppu No. 1 Tahun 2020. Pertama, kewenangan Pemerintah yang terlalu besar terkait anggaran. Melalui Perppu, Pemerintah mengatur dukungan sistem keuangan dan finansial terhadap kebijakan penxegahan Covid-19, sehingga mengubah postur APBN. Pengaturan melalui Perppu seolah-olah menghilangkan fungsi anggaran yang hakikatnya dimilik DPR.

Tags:

Berita Terkait