Optimalkan Alternatif Penahanan Selain Pemenjaraan
Berita

Optimalkan Alternatif Penahanan Selain Pemenjaraan

Pandangan tentang penahanan sebagai instrumen membuat efek jera perlu diubah. Penahanan adalah upaya terakhir.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi gari, alat yang digunakan aparat penegak hukum untuk menahan seseorang. Ilustrasi: BAS
Ilustrasi gari, alat yang digunakan aparat penegak hukum untuk menahan seseorang. Ilustrasi: BAS

Kapasitas tempat penahanan di Indonesia pada dasarnya sudah tidak dapat menampung jumlah orang yang ditahan. Jumlah tahanan berlebih ditemukan di banyak tempat. Banyak factor yang menyebabkan kondisi overcrowded terjadi. Untuk mengatasinya, perlu ada kebijakan mengoptimalkan penggunaan alternatif-alternatif pemidanaan selain hukuman penjara. Pada saat yang sama, edukasi kepada masyarakat dan aparat penegak hukum sangat dibutuhkan agar penahanan tidak digunakan dengan mudah.

Gagasan optimalisasi penggunaan alternatif pemidanaan selain pemenjaraan berkembang dalam diskusi daring ‘Quo Vadis Penahanan di Indonesia’ yang bersama sejumlah lembaga (AIPJ2, IJRS, ICJR, LeIP, dan Bappenas), pada Rabu (20/5). Penahanan merupakan salah satu persoalan hukum klasik di Indonesia terutama berkaitan dengan banyaknya jumlah orang yang ditahan, jauh melebihi kapasitas ideal penjara. Ada penahanan yang dilakukan aparat penegak hukum sebelum proses persidangan, ada penahanan setelah pemidanaan dijatuhkan.

Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas, Prahesti Pandanwangi, menjelaskan bahwa arah pembangunan hukum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah menuju keadilan restoratif. Arah kebijakan ini seharusnya membawa konsekuensi pada pengurangan penahanan. Ia mengatakan alternatif penahanan dan pemidanaan perlu dioptimalkan sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. “Agar tidak selalu berujung pada pemenjaraan,” ujarnya dalam pengantar diskusi.

Gampangnya menahan seseorang berkontribusi langsung terhadap kepadatan penghuni penjara. Padahal, penahanan di balik jeruji besi seharusnya menjadi upaya terakhir jika alternatif lain tidak dapat dijalankan. Peneliti ICJR, Genoveva Alicia, mengamini pandangan Prahesti. Perundang-undangan Indonesia mengenal beragam jenis penahanan selain berupa pemenjaraan. Dalam KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) dikenal bentuk tahanan rumah dan tahanan kota. Selain itu ada pula penangguhan penahanan dengan jaminan orang atau jaminan uang, pembantaran untuk tersangka/terdakwa karena kebutuhan medis, mekanisme rehabilitasi dalam kasus narkotika, dan diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

(Baca juga: Jangka Waktu Maksimal Penahanan di Kepolisian).

Geno, panggilan Genoveva, mengkritik penahanan yang eksesif. Diperkirakan 24 persen orang yang ditahan di rutan dan lapas di Indonesia karena penahanan sebelum putusan. Itu belum termasuk tahanan di kepolisian. Penahanan sebelum putusan itu sangat dipengaruhi oleh kesalahan persepsi. “Penahanan dipakai sebagai suatu kewajiban, padahal tidak selamanya harus dilakukan penahanan,” ujarnya.

Selain masalah persepsi, penahanan eksesif berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang minim pengawasan, dan munculnya pasal-pasal kriminalisasi baru. Riset ICJR pada 2014 mencatat ada sekitar 443 jenis kejahatan baru dengan ancaman hukuman maksimum lebih dari lima tahun penjara. Ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara dalam perundang-undangan juga menjadi dasar bagi penyidik untuk menahan seorang pelaku kejahatan.

Komisaris Besar (Pol) Ari Sarwono menjelaskan kepolisian pun sebenarnya berusaha untuk mencegah jangan sampai terjadi penahanan sepanjang tindak pidana yang dilakukan, misalnya, tidak meresahkan masyarakat, atau pelakunya bukan residivis. Kabag Pelayanan Masyarakat pada Bareskrim Mabes Polri itu justru menyoroti perilaku masyarakat, khususnya pelapor, yang selalu mendorong polisi menindaklanjuti laporan dengan penahanan. Artinya, masyarakat juga perlu diedukasi untuk memahami bahwa penahanan adalah upaya terakhir, dan tidak setiap laporan harus ditindaklanjuti dengan penahanan. “Ini pekerjaan rumah bagi semua pihak,” kata Ari.

Tags:

Berita Terkait